Senin, 15 April 2013

Meraih Sehat Secara Islami

Sehat tidak selalu identik dengan gemuk dan tidak memiliki penyakit. Bahkan kelebihan berat badan jutru menjadi penyebab munculnya penyakit, mulai dari diabetes hingga penyakit jantung dan stroke.
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli kedokteran menyimpulan bahwa ada empat faktor yang menentukan kesehatan seseorang. Ke empat faktor tersebut adalah :
  1. Gaya hidup dan perilaku kesehatan
  2. Keturunan
  3. Kondisi lingkungan
  4. Mutu pelayanan yang tersedia
Islam sebagai agama yang paling komplit dan sempurna jika dibanding agama-agama lain, sangat besar perhatiannya terhadap kesehatan.  Kesehatan adalah rahmat Allah swt yang sangat besar nilainya dan karenanya menjadi kewajiban setiap muslim untuk menjaganya. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita memiliki kesehatan prima.
Berperilaku Hidup Bersih
Kebersihan merupakan tanda dari keimanan seseorang dan Allah swt sangat mencintai orang-orang yang menjaga kebersihan.
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah : 222)
"Kebersihan itu sebagian dari iman" (HR. Muslim)
"Islam itu bersih, maka berperilakulah bersih, sesungguhnya orang tidak akan masuk syurga kecuali dalam keadaan bersih." (HR. Ad Dailami)
Makan dan Minum Yang Halal dan Baik
Ajaran islam mengharuskan mengkonsumsi makanan dan minuman yang jelas kehalalannya dan terhindar dari keragu-raguan tentang hukumnya. "Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kalian kepada apa-apa yang tidak meragukan kalian." demikian sabda Nabi saw.
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik bagimu dari apa yang ada dibumi..." (QS. Al Baqarah : 168)
"Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak suka dengan orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al A'raf : 31)

Istirahat Secukupnya
Salah satu istirahat yang baik adalah tidur, sebagaimana firman Allah swt : 
"Dan Kami telah menjadikan tidur kamu untuk istirahat." (QS. An Naba' : 9)
"Dan Dia-lah yang telah menjadikan untukmu malam sebagai pakaian dan tidur sebagai istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk mencari nafkah." (QS. Al Furqan : 47)
Bekerja Sebatas Kemampuan
Islam melarang kita memaksakan diri mengerjakan sesuatu diluar kesanggupan kita. "Allah tidak akan membebankan seseorang melainkan sebatas kemampuannya." (QS. Al Baqarah : 286)

Menjaga Jarak  Dengan Penderita Penyakti Menular
"Orang yang sakit menular jangan dibawa mendekata orang sehat." (HR. Bukhari & Muslim)  
Segera Berobat Ketika Sakit
Semua penyakit pasti ada obatnya kecuali tua/pikun. Dalam suatu hadist disebutkan bahwa Nabi saw bersabda : "Berobatlah kamu sekalian (bila Sakit), karena sesungguhnya Allah swt tidak mendatangkan suatu penyakit kecuali mendatangkan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu pikun." (HR. At Turmudzi)
Meningkatkan Stamina Tubuh
Hal ini dilakukan dengan meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat bagi tubuh kita. Sabda Nabi saw : "Sebagian dari tanda sempurnanya islam seseorang adalah meniggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya." 
Membiasakan Puasa 
Manfaat puasa dari segi kesehatan, antara lain ; 
  • memperbaiki sel-sel alat penceraan 
  • akan mengurangi lemak sehingga terhindar dari penyakit darah tinggi dan stroke
  • dengan berpuasa tenaga yang dipakai akan efektif dan efisien
"Dan berpuasa itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah : 184)
Berolah Raga Secara Rutin
Rasulullah telah menganjurkan semua muslim berolah raga secara rutin, sebagai upaya untuk menjaga kesehatan. "Ajari anakmu (dengan olah raga) berenang, naik kuda dan memanah." (HR. Ad Dailami)
Sikap hidup yang Ikhlas, Qona'ah dan Sabar
Inilah kunci kesehatan yanb berasal dari dalam jiwa kita. Firman Allah dalam QS. Ar Ra'du ayat 28 : "Yaitu orang-orang yang beriman dan hati meraka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya mengingat Allah hati menjadi tenang."
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang dikarunia kesehatan lahir dan betin. 
Ammin ya rabbal alamin

Menghalau Kecemasan Menggapai Ketentraman

"Ingatlah bahwa para kekasih Allah itu tidak akan merasa takut dan tidak akan bersedih. Mereka orang-orang yang beriman dan keadaan mereka bertaqwa. Bagi mereka berita gembira (dalam kehidupan akherat)..." (QS. Yunus : 62-64)

Kecemasan seseorang tidak hanya disebabkan tidak punya harta. Tapi gaya hidup seseorang juga menyebabkan orang lain merasa cemas. Masyarakt dewasa ini telah cenderung bergaya individualis. Hal ini menyebabkan adanya beberapa golongan masyarakat yang merasa dirinya tersisih.
Orang yang tersisih cenderung cepat frustasi saat dihadapkan dengan masalah-masalah dalam kehidupan. Sehingga kelompok ini akan mudah tersulut kemarahannya, sehingga mudah sekali melakukan kejahatan. Bahkan bagi mereka yang tidak sanggup membawa beban hidupnya, mereka akan bunuh diri. Na'udzubillah.

Setiap manusia memiliki peluang untuk merasakan kecemasan. tetapi sebagai seorang muslim yang menjadikan Al Quran sebagi pedoman, kita telah mendapatkan petunjuk., bahwa kecemasan ataupun kenyamanan hidup seseorang ditentukan oleh "jarak" kita dengan Allah swt. Apabila kita dekat dengan Allah, maka peluang untuk merasa cemas akan sangat kecil. Namun ketika jarak kita dengan Allah jauh, maka kita mungkin merasa dalam hidup ini tiada detik yang berlalu tanpa kecemasan.

Perlu diketahui bahwa yang mendekatkan kita kepada Allah hanyalah keimanan, sebagimana firman-Nya :
"Orang-orang yang beriman yang tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedzaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al An'am : 82)
Keimanan yang mampu menghilangkan cemas bukan sembarang keimanan. Hanya iman yang hidup dan mempunyai kekuatan lah yang mampu menghilangkan kecemasan. Hidupnya iman dapat diwujudkan dengan amal yang nyata serta pengorbanan yang iklhas. Iman yang hidup akan senantiasa menuntun pemiliknya melakukan upaya mencari jalan agar lebih dekat dengan Allah swt. Sedang kekuatan iman dibuktikan dengan senantiasa dzikrullah sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw dan amal shaleh.
"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (QS. Ar Ra'd : 28)
Kekuatan iman seseorang ditentukan oleh bagaimana seseorang memandang kehidupan ini. Oleh karena itu, paling tidak ada tiga hal yang perlu diketahui oleh seorang mukmin, agar muncuk kekuatan iman dalam dirinya. Hal tersebut adalah :

Ma'rifatu Ghaayatil Hayaah (Memahami Tujuan Hidup)
Tujuan hidup seorang mukmin sangat jelas, yaitu hanya beribadah kepada Allah swt. Sebagaimana firman-Nya :
"Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu.' (QS. Adz Dzaariyat : 56)
Ibadah bagaimana yang dimaksud oleh Allah? yaitu ibadah yang semata-mata karena Allah dan yang seperti dituntunkan Rasulullah saw. Ibadah bukanlah hanya yang berbentuk ritual saja namun apa saja yang kita lakukan akan dihitung sebagai amal bila kita niatkan untuk mencari ridha Allah swt dan sesuai ajaran Rasulullah saw.

Ma'rifatu Haqiiqati Dunyaa wal Aakhirah (Memahami Hakikat Dunia dan Akhirat)
Hidup di dunia sama sekali tidak berarti bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Dunia ini tidak kekal (fana') sedang akhirat kekal (baqa'). Firman Allah swt :
"Apakah kamu puas dengan kehidupan dunia sebagai ganti dari kehidupan akhirat padahal kenikmatan kehidupan di dunia ini (dibanding dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." (QS. At Taubah : 38)

Ma'rifatu Haqiqatil Maut (Memahami Hakikat Kematian)
Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti akan rusak dan berakhir. Firman-Nya :
"Semua yang ada di bumi ini akan binasa." (QS. Ar Rahman : 26)

Selain tiga konsep di atas yang perlu kita catat adalah bahwa kecemaan merupakan masalah jiwa. Maka penyelesaiannya haruslah dengan obat dari sang pemilik jiwa yaitu Allah swt. Obat yang insya Allah mampu menetralisir kecemasan, kegelisahan ataupun kekikiran antara lain :
- Melaksanakan shalat secara kontinue dan terjaga kualitasnya
- Menyisihkan sebagian hartanya untuk fakir miskin
- Meyakini akan hari pembalasan dan bersiap-siap menghadapinya dengan banyak beramal shaleh
- Merasa takut akan siksa Allah swt
- Memelihara kesucian kemaluannya dengan tidak mengumbar nafsu selain kepada jalan yang dibenarkan oleh Allah swt
- Menjaga amanat yang di percayakan kepadanya dan menunaikan janji yang dibuatnya

Dengan menunaikan hal tersebut diatas insya Allah kecemasa hidup tak lagi ada dalam jiwa kita dan hidup akan tentram dan bahagia.

5 Perusak Hati

Hati adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak, rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya dan wajib. Tentang perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara, yaitu :

1.    Bergaul dengan banyak kalangan
Pergaulan itu perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Teman-teman yang buruk lambat laun akan menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif.
Rasulullah SAW bersabda :

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَذُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ « عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ

»
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW bersabda : seseorang itu atas din saudaranya. Maka lihatlah salah seorang diantara kalian, siapa yang ditemani. (HR. Ahmad)

Artinya, kalau kita ingin melihat kualitas din seseorang, maka lihatlah teman-temannya. Jika temannya adalah orang-orang rusak, maka dinnya rusak. Dan jika temannya adalah orang-orang shalih, maka dinnya pun baik.

Allah Ta’ala berfirman :
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).

Maka bergaullah dengan para ulama’ dan orang-orang sholih, karena ia ibarat makanan yang kita kunsumsi setiap hari. Sedikit saja kita jauh darinya akan menjadikan hati kita jauh dari Allah Ta’ala dan islam. Sebaliknya, kita harus menjauhi teman para ahli bid’ah dan ahli maksiyat, karena ia adalah racunnya hati yang dapat mematikan hati kita dan sulit mendapatkan petunjuk dari Allah Ta’ala.

2.    Larut dalam angan-angan kosong
Angan-angan kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya,khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang sedang mempermainkan bangkai.
Adapun orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang bercita-cita terhadap kebaikan.

3.    Bergantung kepada selain Allah
Ini adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah. Jika seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya:

"Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)

Maka orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang hina dan nista.
Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." (Al-Isra': 22)

4.    Makanan
Makanan perusak ada dua macam.
Pertama , merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina.

Kedua, merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa berat dan
karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.

Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani).

5.    Kebanyakan tidur
Banyak tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan.
Segera tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.
Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.
Secara umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari, setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Banyak orang yang berpuasa, akan tetapi melakukan beberapa pelanggaran-pelanggaran diatas. Mereka memperbanyak makan karena seharian berpuasa. Ada yang memperbanyak tidur , padahal bulan puasa adalah bulan ibadah bukan bulan untuk memperbanyak tidur. Ada pula yang banyak melamun, bergaul dengan orang-orang rusak dengan alasan untuk menunggu berbuka puasa. Marilah bulan puasa ini kita manfaatkan untuk beribadah, karena tidak ada yang menjamin bahwa kita masih menemui kembali bulan ramadhan tahun depan.

(Disadur dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah)

Hukum Operasi Cesar

Dahulu, ibu-ibu kita kalau melahirkan anak, mereka melahirkan secara normal, tanpa operasi.  Namun, akhir-akhir ini banyak dari ibu-ibu yang melahirkan anak mereka melalui proses operasi dengan cara membedah perut mereka. Mereka melakukan hal itu karena alasan medis, seperti bayi kembar, atau panggul yang sempit, atau ukuran bayi yang terlalu besar. Kadang juga  karena alasan sosial atau sekedar sebagai pelengkap saja, seperti jalan lahir bayi ingin tetap utuh sehingga organ kewanitaannya sama seperti sebelum melahirkan, atau sekedar ingin menentukan tanggal kelahiran sesuai yang dikehendaki dan lain-lainnya.
Bagaimana Islam memandang kecenderungan sebagian masyarakat untuk melakukan operasi cesar setiap melahirkan, padahal kalau diteliti secara seksama sebagian dari mereka bisa melahirkan secara normal. Oleh karena itu dibutuhkan penjelasan secara syar’I tentang hukum operasi cesar dari kaca mata Islam.

Pengertian Operasi Cesar
Operasi Cesar yang dalam bahasa Arabnya adalah Jirahah al-Wiladah adalah operasi yang bertujuan mengeluarkan bayi dari perut seorang ibu, baik itu terjadi setelah sempurnanya penciptaan bayi atau sebelum sempurnanya penciptaannya.[1] Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa bedah cesar adalah pembedahan yang dilakukan dengan pengirisan dinding perut dan peranakan untuk melahirkan ( mengeluarkan ) janin.

Hukum Operasi Cesar
Hukum operasi cesar dilihat dari sisi kepentingan wanita hamil atau janin dibagi menjadi tiga :

Pertama : Dalam Keadaan Darurat.
Yang dimaksud dalam keadaan darurat dalam operasi cesar adalah adanya kekhawatiran terancamnya jiwa ibu, atau bayi, atau kedua-duanya secara bersamaan.[2]
(1) Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu, misalnya untuk ibu yang mengalami eklampsia atau kejang dalam kehamilan, mempunyai penyakit jantung, persalinan tiba-tiba macet, pendarahan banyak selama kehamilan, infeksi dalam rahim, dan dinding rahimnya yang menipis akibat bedah caesar atau operasi rahim sebelumnya.

 (2) Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa bayi, adalah jika sang ibu sudah meninggal dunia, tapi bayi yang berada di dalama perutnya masih hidup.
Apakah dibolehkan untuk membedah perut ibu dalam keadaan seperti ini ? Para ulama berbeda pendapat [3] :

Pendapat Pertama : Dibolehkan untuk dilakukan operasi dengan membedah perut ibunya, agar bayi bisa dikeluarkan. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan, Madzhab Syafi’iyah, dan Dhahiriyah, serta dipilih oleh beberapa ulama dari Malikiyah dan Hanabilah.

Pendapat Kedua : Tidak dibolehkan dilakukan operasi dengan membedah perut ibunya. Ini adalah pendapat Malikiyah dan Hanabilah. Mereka berdalil dengan dalil-dali sebagai berikut :

Pertama : Hadist Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
 كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
 "Memecahkan tulang mayit seperti memecahkannya ketika masih hidup. " ( HR Abu Daud dan Ibnu Majah) [4]
             
Kedua : Bahwa janin yang masih hidup dalam perut ibunya yang sudah mati tersebut, sering tidak tertolong. Seandainya perut ibunya sudah dibedahpun dan janin tersebut bisa hidup, biasanya hidupnya tidak lama. Oleh karenanya, tidak boleh melakukan kerusakan yang pasti hanya sekedar mengejar sesuatu yang belum tentu bisa diselamatkan. [5]
(3) Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi secara bersamaan adalah ketika air ketuban pecah, namun belum ada kontraksi akan melahirkan, bayi terlilit tali pusar sehingga tidak dapat keluar secara normal, usia bayi belum matang (prematur), posisi bayi sungsang, dan lain-lain.
Dalam tiga keadaan di atas, menurut pendapat yang benar, dibolehkan dilakukan operasi cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu dan anak . Dalil-dalilnya sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“ Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. "  ( Qs Al Maidah : 32 )

Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan  manusia, termasuk di dalamnya orang yang menyelamatkan ibu dan bayi dari kematian dengan melakukan pembedahan pada perut.
            Ibnu Hazm berkata : “ Jika seorang ibu yang hamil meninggal dunia, sedangkan bayinya masih hidup dan bergerak dan sudah berumur enam bulan, maka dilakukan pembedaan perutnya dengan memanjang untuk mengeluarkan  bayi tersebut, ini berdasarkan firman Allah ( Qs. 5 : 32 ), dan barang siapa membiarkannya bayi tersebut di dalam sampai mati, maka orang tersebut dikatagorikan pembunuh. “ [6]
             
Kedua : Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi :
الضرر يزال
 “  Suatu bahaya itu harus dihilangkan “ [7]
  1.   
Ketiga : Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi :
إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
“ Jika terjadi pertentangan antara dua kerusakan, maka diambil yang paling ringan kerusakannya[8]
            Keterangan dari kaidah di atas adalah bahwa operasi cesar dalam keadaan darurat terdapat dua kerusakan, yang pertama adalah terancamnya jiwa ibu atau anak, sedangkan kerusakan yang kedua adalah dibedahnya perut ibu. Dari dua kerusakan tersebut, maka yang paling ringan adalah dibedahnya perut ibu, maka tindakan ini diambil untuk menghindari kerusakan yang lebih besar, yaitu terancamnya jiwa ibu dan anak.
            Berkata Syekh Abdurrahman as- Sa’di [9]: “ Dan dibolehkan melukai badan, seperti membedah perut, untuk mengobati penyakit. Jika manfaatnya lebih banyak dari pada mafsadahnya, maka Allah tidak mengharamkannya. Hal semacam ini telah disinggung oleh Allah di beberapa tempat dari kitab-Nya, diantaranya adalah firman-Nya :
 يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“ Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. “ ( Qs al-Baqarah : 219 )

Kedua : Dalam Keadaan Hajiyat
Keadaan Hajiyat dalam operasi Cesar adalah adanya kekhawatiran terjadinya bahaya atau sesuatu yang tidak baik, seperti cacat permanen dan lainnya, yang akan menimpa ibu, atau bayi, atau kedua-duanya secara bersamaan, tetapi bahaya ini tidak sampai pada terancamnya jiwa ibu atau anak. Seperti halnya jika  lingkar rongga panggul yang lebih kecil dari ukuran janin, sehingga akan kesulitan ketika melahirkan secara alami, usia ibu yang terlalu tua, kelainan letak plasenta, ukuran bayi terlalu besar atau terjadi bayi kembar.
Dalam keadaan hajiyat ini, operasi cesar boleh dilakukan, karena hajiyat kadang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga sebagian ulama menyamakan kedudukannya dengan darurat.  Oleh karenanya, mereka meletakkan kaidah fiqhiyat sebagai berikut :
الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ ، عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً
“ Kebutuhan itu disamakan dengan kedudukan darurat, baik yang bersifat umum, maupun khusus. “       [10]

Ketiga : Dalam Keadaan Tahsiniyat
Keadaan Tahsiniyat di dalam operasi Cesar adalah adanya keinginan dari pasien atau yang mewakilinya untuk bisa mencapai sesuatu yang merupakan pelengkap di dalam kehidupannya, yang sebenarnya hal itu tidak mengancam jiwanya atau tidak menyebabkan bahaya jika tidak dilakukan operasi Cesar. seperti halnya seorang istri yang melakukan operasi cesar dengan harapan bisa membahagiakan suaminya, karena jalan lahir bayi masih utuh, sehingga organ kewanitaannya sama seperti sebelum melahirkan, atau sekedar ingin menentukan tanggal kelahiran sesuai yang dikehendaki,  atau tidak mau berlama-lama menjalani proses persalinan normal yang kadang membutuhkan waktu berjam-jam, atau hanya sekedar ingin menghindari rasa sakit ketika melahirkan secara normal.
Selain itu operasi cesar mempunyai beberapa dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anak. Yang terjadi pada anak misalnya gangguan pernafasan akibat cairan yang memenuhi paru-paru janin selama berada dalam rahim, rendahnya sistem kekebalan tubuh, rentan alergi, emosi cenderung rapuh, terpengaruh anestesi dan lain-lain. Yang terjadi pada ibu, misalnya rasa sakit yang sangat pada bagian perut dan rahim akibat robekan saat operasi, kemungkinan terjadi infeksi rahim dan pendarahan yang banyak, bahkan efeknya masih dirasakan hingga bertahun-tahun lamanya. Wallahu A’lam


[1] Dr. Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqiti, Ahkam al-Jirahiyah ath-Thibiyah, Jeddah, Maktabah as-Shahabah, 1415 H/ 1994 M, Cet ke-2, hlm : 154
[2] Pengertian darurat secara lebih lengkap telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya bisa dilihat  di : Dr. Samih Abdul al-Wahab al-Jundi, Ahammiyatu al –Maqasid fi asy-Syari’ah al-Islamiyah,  Iskandariyah, Dar al-Iman, 2003, hlm : 231- 234, Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh wa Adilatuhu, Damaskus, Dar al-Fikri,  1409 H/ 1989 M, Cet. Ke- 3, juz : 3, hlm : 515- 520
[3] Dr. Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqiti, Ahkam al-Jirahiyah ath-Thibiyah, hlm : 322
[4] Hadist ini dihasankan oleh Ibnu Qattan. Berkata Ibnu Hajar : hadist ini sesuai dengan syarat Muslim ( Syekh Abdullah Bassam, Taudhih al-Ahkam, juz 2, hlm : 367 )
[5] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh wa Adilatuhu, juz : 3, hlm : 521
[6] Ibnu Hazm, al-Muhalla, juz : 5, hlm : 166
[7] As-Suyuti, al-Asybah wa an-Nadhair, Beirut, Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1403 H/1983 M, Cet- 1, hlm : 87. Imam Suyuthi juga membolehkan pembedahan perut ibu yang mati untuk mengeluarkan janin yang masih hidup dengan alasan kaidah di atas.  
[8] Ibnu Nujaim, al-Asybah wa an-Nadhair, Kairo, al-Maktabah at- Taufiqiyah,  hlm : 97
[9] Pernyataan Syekh Abdurrahman as-Sa’di ini  bisa dilihat  di dalam Dewan Ulama Senior Saudi Arabia, al-Buhuts al-Ilmiyah, juz : 2, hlm : 72, dan dinukil ulang  oleh Syekh Abdurrahman al-Basaam di dalam Taudhih al-Ahkam : juz : 2, hlm : 368.
[10] Kaidah Fiqhiyah ini disebutkan oleh Ibnu Nujaim di dalam  al-Asybah wa an-Nadhair, hlm : 100, Imam Suyuthi di dalam  al-Asybah wa an-Nadhair, , hlm : 88