Jumat, 30 November 2012

Ical Bakrie

Kisah Pengusaha Sukses
Ical Bakrie: Saya Pernah Lebih Miskin dari Pengemis! PDF Print E-mail
IcalSelama ini banyak orang bertanya kepada saya bagaimana rahasianya menjadi pengusaha yang sukses. Mereka berharap saya bersedia membagi pengalaman dan kiat-kiat berusaha supaya sukses.

Bagi saya,  membagi pengalaman kepada orang lain menyenangkan, apalagi bila pengalaman saya tersebut bermanfaat.

Senin 5 April lalu, saya diundang oleh Universitas Islam As Syafiiyah, Jakarta, untuk membagi pengalaman. Dalam acara bertajuk “Studium Generale Kewirausahaan” itu saya diminta memberikan ceramah mengenai kewirausahaan dan kiat sukses berbisnis.

Kepada para mahasiswa saya katakan untuk sukses berbisnis kita tidak bisa hanya belajar di bangku kuliah saja. Bangku kuliah hanya mengajarkan dasar dan teori. Sisanya kita belajar kepada mereka yang telah berhasil. Orang itu tidak harus S3 untuk menjadi pengusaha. Bisa jadi hanya S1 seperti saya, bahkan ada yang tidak memiliki ijasah.

Apa langkah pertama yang harus dilakukan untuk memulai usaha dan menggapai kesuksesan? Jawabannya adalah mimpi. Kita harus berani bermimpi menjadi orang yang sukses. Sejarah juga membuktikan banyak temuan hebat dan orang sukses dimulai dari sebuah mimpi. Kalau anda bermimpi saja tidak berani, ngapain membuka usaha.

Tentu saja tidak hanya berhenti sekedar mimpi untuk mencapai sukses. Setelah mimpi anda bangun, lalu pikirkanlah mimpi anda. Berfikirlah yang besar. Seperti kata miliarder Amerika Donald Trump; if you think, think big. Pikir yang besar, pikir jadi presiden, jangan pikir yang kecil-kecil.

Setelah itu anda buat rencana, buat rincian, dan bentuk sebuah tabel. Terakhir, yang paling penting, segera jalankan rencana tersebut. Jika anda bertanya perlukah berdoa? saya katakan berdoa itu perlu (baca : sangat penting). Tapi perencanaan juga perlu. Doa saja tanpa perencanaan saya rasa tidak akan berhasil.

Dulu waktu masih kuliah, saya biasa membuat perencanaan dan membagi waktu. Saya bangun sholat Subuh, lalu latihan karate, setelah itu tidur lagi sampai pukul 10. Baru pukul 11 belajar.

Intinya dengan perencanaan, masalah akan terselesaikan dengan baik. Sekarang juga begitu, saya bagi waktu untuk partai dan lainnya. Pukul sekian seminar, pukul sekian jadi pembicara, pukul sekian… Kadang 10 masalah bisa saya selesaikan sehari.

Keluhan paling sering dilontarkan orang yang tidak berani berusaha adalah tidak mempunyai modal atau dana. Banyak juga yang berkata saya bisa sukses karena ayah saya pengusaha. Itu salah besar. Saat memulai usaha saya tidak mempunyai uang.

Saat akan membeli Kaltim Prima Coal (KPC) saya juga tidak memiliki dana. Caranya saya datangi calon kontraktor dan tawarkan kerjasama yang menguntungkan dia, tapi saratnya dia pinjami saya dana. Saya juga mendatangi bank dan berkata demikian. Lalu dari uang yang dipinjamkan itu, saya membeli KPC dan sekarang menjadi perusahaan besar.

Jangan pernah bicara tidak punya dana. Uang datang jika ada ide besar atau ada proyek yang visible. Bill Gates juga tidak mempunyai uang, tapi dia mempunyai ide bagus. Dia tidak lulus kuliah, dia bukan anak orang kaya, tapi dari garasinya dia bisa membuat Microsoft jadi perusahaan besar.

Maka pikirkan ide yang bagus, lalu anda cari partner yang punya uang. Yakinkan dia dan berkerjasamalah dengan dia. Jika dalam kerjasama partner anda meminta keuntungan lebih besar, jangan persoalkan.
Misal semua ide dari anda tapi anda hanya dapat 10%, itu tidak masalah. Sebab 10% itu masih untung dari pada anda tidak jadi bekerjasama dan hanya dapat nol %. Jangan lihat kantong orang, jangan lihat untung orang, lihat kantong kita ada penambahan atau tidak.

Setelah anda menjalani usaha, suatu saat anda pasti akan menghadapi masalah. Hadapi saja masalah itu, karena masalah adalah bagian dari hidup yang akan terus datang. Saya sendiri juga pernah menghadapi masalah saat krisis ekonomi 1997-1998. Saat itu keadaan perekonomian sulit, semua pengusaha dan perusahaan juga sulit.

Saat itu saya jatuh miskin. Bahkan saya jauh lebih miskin dari pengemis. Ini karena saya memiliki hutang yang sangat besar. Hutang saya saat itu sekitar USD 1 miliar. Di saat yang sulit ini biasanya sahabat-sahabat kita, rekan-rekan kita semua lari.

Karena itu di saat yang sulit ini, kita tidak boleh memperlihatkan kita sedang terpuruk. Jangan perlihatkan kita sedang gelap. Seperti yang diajarkan ayah saya Achmad Bakrie; jangan biarkan dirimu di tempat yang gelap, karena di tempat yang gelap bayangan pun akan meninggalkanmu.

Maka saat susah itu saya tetap tegar dan tidak menunjukkan keterpurukan. Bahkan saya terpilih jadi ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) untuk yang kedua kalinya. Kalau saat itu saya tunjukkan keterpurukan, mana mau mereka memilih saya.

Tapi yang penting setelah kita terpuruk, kita harus bangkit kembali. Kalau saat itu saya tidak bangkit, maka tidak bisa saya seperti saat ini. Saya berprinsip hadapi saja masalah, jangan lari. Banyak usaha yang saya lakukan, misalnya melepas saham keluarga dari 55% jadi tinggal 2,5%. Saya juga mencari pinjaman sana-sini.

Akhirnya dengan usaha keras pada tahun 2001 saya bisa bangkit kembali dan hutang saya bisa dilunasi dan bisnis saya membaik kembali.

Itulah pengalaman saya selama ini. Saya berharap bisa menjadi ilmu yang berguna. Papatah mengatakan pengalaman adalah guru yang paling baik. Sebagai penutup saya ingin bercerita mengenai kisah telur Colombus. Suatu saat Colombus menantang orang-orang untuk membuat telur bisa berdiri.

Saat itu tidak ada satupun orang yang bisa membuat telur berdiri. Kemudian Colombus memberi contoh cara membuat telur berdiri dengan memecahkan bagian bawahnya. Lalu orang-orang berkata; ah, kalau begitu caranya saya juga bisa.

Nah, saya ingin menjadi Colombus. Saya tunjukkan caranya, lalu anda mengatakan; kalau begitu saya juga bisa. Kemudian anda memulai usaha dan menjadi berhasil dan sukses. Saya senang kalau anda sukses, karena semakin banyak orang sukses, semakin maju bangsa ini.

Pengusaha Sukses

Kisah Inspiratif Dua Pengusaha Sukses


Perubahan zaman adalah sesuatu hal yang tidak dapat terhindarkan. Zaman yang terus berkembang dan berubah  mempengaruhi pengusaha. Seorang pengusaha harus jeli melihat pasar sesuai zamannya.

"Seorang pengusaha harus melihat perkembangan zaman," kata motivator Andrie Wongso di Convention Center SME Tower Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, 21 November 2012.

Andrie mencontohkan pengalamannya sebagai seorang penjual kartu motivasi sekitar tahun 1980-an. Ia sering ditolak dimana-mana. Ketika kartunya diterima, perkembangan zaman mengharuskannya mengubah jenis usahanya.

Maklum saja, perkembangan teknologi tahun 90-an membuat kartu-kartunya tersingkir. "Tahun itu, sudah mulai ada gadget, dan alat elektronik. Akhirnya kartu saya pun enggak laku lagi," katanya.

Namun ia tidak kehabisan akal. Andrie mengalihkan usahanya dalam hal memotivasi dan berbicara di hadapan orang banyak. Usahanya menjadi sukses hingga kini. Ia pun menjadi seorang motivator yang disegani.

Pengalaman tentang perubahan zaman lain diceritakan pula oleh CEO Seven-Eleven Indonesia, Hendri Honoris. Ketika itu, usaha keluarga Hendri sudah cukup sukses dengan memiliki gerai Fuji Film di beberapa kota di Indonesia. Akhirnya dunia digital datang. "Setelah ada camera digital, sekarang sudah sedikit sekali orang mencetak foto-foto mereka. Sehingga kami terpaksa menutup satu-persatu gerai kami," katanya.

Namun kebangkrutan Fuji Film, semakin mendorongnya berusaha mencari inovasi baru. Dengan melihat kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka nongkrong, ia membuka usaha bidang outlet Seven-Eleven. Pasar ternyata menyambutnya dengan baik. Walau di Indonesia baru ada di Jakarta saja, keluarga Hendri sudah memiliki sekitar 90 buah outlet.

Andrie mengatakan kegagalan berkali-kali yang sering dihadapi para wirausahawan seharusnya menjadi sebuah motivasi bagi pengusaha. Pengusaha harus mengevaluasi usahanya. Dan mungkin saja, kagagalan tercipta karena perkembangan yang memang tidak bisa dihindari. "Jadi untuk tetap bertahan, harus dilakukan inovasi. Kalau tidak usahanya akan mati," kata pria yang tidak tamat sekolah dasar ini.

Puisi

IZINKAN AKU BERCERITA TENTANGMU...!!!
Jangan pernah lelah wahai Mujahidku
Karena ku kan senantiasa dibelakangmu untuk mendukungmu
Jangan kau tengok ke belakang, lihatlah kedepan
Didepan ada musuhmu, musuh Tuhan kita
Jadikan mereka terhina dengan kekuatanmu
Janganlah ragu untuk melepaskan peluru dari selongsong senapanmu
Bidiklah tepat dijantungnya
Jadikan ia mati sia-sia, tak memberi kemenangan bagi sekutunya
Maju terus jangan pernah menyerah
Lepaskanlah duniamu
Karena sungguh dunia ini hina
Sesungguhnya disisi Tuhan kitalah sebenar-benarnya kebahagiaan
Ingatlah isteri-isteri akhiratmu menunggumu dengan penuh cinta
Mereka senantiasa mendendangkan syair kerinduan
Hanya untukmu, hanya untukmu
Disaat kau pulang dengan membawa kemenangan
Maka janganlah kau merasa puas hingga Allah memenangkan agama ini atau kau menemui syahid dimedan itu
Dua pilihan yang menguntungkan, bukan?
Siapakah yang tidak suka dengan perniagaan demikian?
Sungguh merugi bagi orang yang membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat
Bukankah kau tidak demikian?
Kau sering bercerita kepadaku tentang indahnya syurga
Dengan berbagai kenikmatan didalamnya
Dan akupun mendengarkan dengan seksama
Betapa indahnya jika kita termasuk penghuni didalamnya
Menuai keridhaan-Nya selamanya
Wahai Mujahidku…aku sering melihatmu bercucuran air mata
Dan seketika itu kau tersungkur bersujud
Memanjatkan sebuah do’a
Aku tak bisa mendengarnya karena suaramu tertahan oleh gejolak didadamu
Namun ku tau
Itu adalah gemuruh kerinduanmu padanNya
dan kau memohon untuk bisa membela saudara-saudaramu dari para Thagut kaum kuffar
mengembalikan izzah mereka
wahai Kekasihku…ku kan senantiasa berdoa untuk mu agar harapanmu terpenuhi
untuk bisa kembali ke medan pertempuran itu
sungguh aku ridha jika harus dua kali atau bahkan berulang kali ditinggal olehmu
meski kerinduanku belumlah pupus
meski sajadahku belumlah kering karena banyaknya air mata kerinduan mengharap hadirmu disisiku
meski hari-hariku kan kembali sepi oleh canda dan petuahmu
meski kau tak lagi mengimamiku shalat
meski kau tak akan menyakasikan kehadiran Mujahid kecilmu menghirup udara kehidupan
aku ridha, sungguh aku ridha
asalkan Rabb kita memperkenankan kita bersua dan berkumpul di JannahNya
untuk selamanya
Jika kita tak berjumpa kembali
Maka kan ku semai cintamu disyurga
Dalam istana takwa
senyumku mengembang jika ku membayangkannya (syurga)
namun ku tak bisa menyembunyikan rasa cemburuku pada bidadari bermata jeli
yang akan membagi kasihmu dengan ku
kecantikan mereka tiada tandingan
meski kau selalu menyanjungku tiap pagi dan malam hari
namun seperti yang kau tau aku adalah wanita pecemburu
jiaka rasa itu menyerang maka aku kan mengingat kata-katamu
“kecantikan bidadari memang tiada duanya namun wanita dunia lebih mulia dan tiada tandingannya karena mereka bersusah payah beribadah sewaktu didunia”
Dan seketika itu pula hatiku riang
Ahhh..kau selalu mengerti bagaimana caranya membuatku senang
Wahai pujaanku….tiada berita yang lebih kusukai selain berita tentang kesyahidanmu
Oleh karena itu janganlah berhenti untuk mengharap syahadah pada-Nya
Mudah-mudahan Allah melapangkan jalanmu menujuNya
Kau ingat bukan Rabb kita telah berfirman
“Barang siapa menolong agamanya maka dia akan menolongnya pula”
Yakinlah itu
Wahai kekasih hati….jangan pernah ragu untuk meninggalkanku kembali
Jangan fikirkan aku
Karena ku kan baik-baik saja
Ku kan setangguh isteri Handzalah
yang merelakan malam pengantinya
untuk memenuhi seruan-Nya
Kan kutopang hidupku tanpamu
Karena kini ku telah terbiasa
Kau yang mengajarkannya padaku, bukan?
Bukankah kita telah berkomitmen dari awal perjumpaan
dan saat ijab Kabul diucapkan
untuk mendirikan bangunan kasih kita diatas jalanNya
hingga syahid menjemput?
Kita tau perjumpaan didunia adalah sementara
Karenanya kita memohon perjumpaan yang kekal
Hingga kau dan aku tak terpisahkan lagi oleh ruang dan waktu
Allaahumma Amiin
Salam rinduku untuk mu selalu
‘Aisyah-mu

Kamis, 29 November 2012

Tersenyumlah

Tersenyum  
(smiles) lebih dari sekedar ungkapan rasa senang dan bahagia. Setiap orang pasti pernah tersenyum, ketika sendiri maupun berada dalam lingkungan sosial, namun bukan hanya memberi sinyal bahwa mereka bahagia, jauh dari itu. Kita tersenyum untuk tujuan sosial tertentu, karena dapat mengirimkan segala macam ‘sinyal’ yang dapat berguna untuk orang lain.
Berikut ini adalah 9 manfaat sebuah senyuman yang dapat kita gunakan untuk mengirimkan pesan tentang kepercayaan (trustworthiness), keramahan (attractivity) dan banyak lagi. Mari kita simak ;

1. Membuat orang lain untuk mempercayai Anda
Dalam sebuah lingkungan, di mana semua orang mudah berbohong, siapa yang harus kita percaya? Salah satu ‘sinyal’ yang menunjukkan kita dapat dipercaya orang lain adalah tersenyum. Senyum yang tulus dapat mengirim pesan bahwa orang lain bisa percaya dan bekerja sama dengan kita. Orang yang tersenyum dinilai lebih tinggi kemurahan hatinya, dan ketika orang berbagi satu sama lain mereka cenderung menampilkan senyum yang tulus (Mehu et al., 2007).
Para ekonom bahkan menganggap bahwa senyum memiliki nilai. Dalam satu studi oleh Scharlemann dkk (2001), subjek penelitian cenderung mempercayai orang lain jika mereka tersenyum. Studi ini menemukan bahwa tersenyum berpengaruh pada tingkat kepercayaan kepada orang lain sekitar 10%.
2. Senyum meringankan ‘hukuman’
Ketika orang melakukan hal-hal buruk mereka sering tersenyum. Ketika anda ditilang pak polisi di jalan bagaimana ekspresi anda? Kemungkinannya ada dua, tersenyum dan ketakutan. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh LaFrance dan Hecht (1995), menunjukkan bahwa orang-orang yang melanggar aturan, mereka tersenyum setelah tertangkap basah. Tidak peduli apakah itu senyum palsu, senyum sedih atau senyuman tulus. senyuman ini cukup berguna karena kita lebih dapat dipercaya daripada mereka yang tidak tersenyum. Alhasil, orang yang mendapati kesalahan anda, akan lebih mudah memaafkan jika anda tersenyum.
3. Pembelaan diri dari sosial slip-up
Pembelaan diri dari sosial slip-up, istilah kerennya “Ngeles” karena malu. Ya, senyuman dapat berguna ketika anda sedang ngeles dan malu. Coba ingat-ingat ketika kamu lupa janji dengan pacar kamu? Apa yang anda lakukan ketika secara tidak sengaja menendang seorang anak kecil? Atau ketika anda telah tersandung kulit pisang didepan banyak orang? pasti tersenyum bukan?
Rasa malu dan senyuman berfungi untuk keluar dari sebuah lingkungan sosial yang menekan (Keltner & Buswell, 1997). Senyum karena malu yang kadang disertai tawa kecil bermanfaat menyadarkan diri kita untuk melihat sebuah kesalahan. Tidak hanya itu, senyuman juga bermanfaat agar dimaafkan kesalahan yang kita lakukan tersebut.
4. Tersenyum karena takut merasa buruk
Kadang-kadang kita tersenyum karena itu dianggap sebagai kesopanan, sehingga kita dapat menghindari perasaan buruk orang lain terhadap kita. Dalam sebuah studi (LaFrance, 1997), orang diminta untuk tetap diam membatu ketika mendengar orang lain mendapatkan kabar baik, mereka merasa tidak enak kalau tidak tersenyum dan merasa orang lain akan berpikir buruk tentang dirinya jika tidak tersenyum. Jadi, tersenyum untuk kebaikan orang lain tidak ada salahnya bukan!? Karena jika anda tidak tersenyum maka anda akan dianggap tidak berperasaan, hehe..
5. Tersenyum saat menderita
Tersenyum adalah salah satu cara untuk mengurangi penderitaan yang disebabkan oleh situasi yang menjengkelkan. Psikolog menyebutnya facial feedback hypothesis. Memaksa tersenyum ketika kita merasa tertekan sudah cukup untuk mengangkat suasana hati kita, meskipun sedikit.
Tapi harus diingat, tersenyum terhadap situasi mengecewakan mungkin berguna bagi kondisi internal anda, tetapi hal ini tidak terlihat oleh orang lain. Penelitian Ansfield (2007) menunjukkan subjek penelitian yang melihat video menyedihkan, merasa lebih baik ketika mereka tersenyum daripada mereka yang tidak. Tetapi, orang-orang yang tersenyum melihat gambar yang menyedihkan dinilai kurang baik oleh orang lain.
6. Tersenyum untuk pesona seksual
Senyum perempuan memiliki efek magis pada pria, lebih dari sekedar kontak mata. Sebuah studi menunjukkan bagaimana pria mendekati perempuan di sebuah bar (Walsh & Hewitt, 1985). Ketika seorang wanita hanya menjalin kontak mata dengan seorang pria, keberhasilan dia didekati hanya 20% dari waktu yang dibutuhkan. Namun, ketika wanita yang sama menambahkan sebuah senyuman, pria mendekati lebih cepat 60% dari waktu tersebut.
Tersenyum meningkatkan daya tarik perempuan terhadap pria, namun tidak sebaliknya. Ketika laki-laki tersenyum pada wanita, efeknya kurang magis. Karena ada beberapa pria terlihat lebih keren bagi wanita saat diam atau bahkan malu, daripada ketika mereka terlihat senyum dan senang (Tracy & Beall, 2011). Mengurangi senyuman membuat seorang pria terlihat lebih maskulin.
7. Menyembunyikan sesuatu yang anda pikirkan
Senyum yang tulus tidak pernah berbohong. Sedangkan senyum palsu melibatkan mulut, sedangkan senyum yang tulus ‘menyebar’ hingga mata. Meskipun begitu, senyuman dapat digunakan untuk menyembunyikan apa yang kita pikirkan, tapi tidak mudah melakukan senyum palsu. Agar senyuman anda dapat dipercaya usahakan senyuman tersebut menyebar di seluruh wajah dan buat mata anda sedikit berbinar. Sulit? untuk yang satu ini anda perlu berlatih.
8. Senyum untuk menghasilkan uang
Kita sudah melihat bahwa ekonom telah menghitung nilai sebuah senyuman, tapi apakah tersenyum membuat kita mendapatkan uang? Tidd dan Lockard (1978) menemukan pelayan (pramusaji) yang tersenyum diberikan tip lebih banyak daripada yang tidak. Secara umum, dalam industri jasa, seperti pramugari atau pekerja hiburan dan perhotelan secara nyata dibayar karena tersenyum kepada pelanggan. Tapi, hati-hati, Psikolog menyebutkan ketidaksesuaian antara senyum tulus dan tidak, dapat menyebabkan fisik kelelahan saat bekerja. Jadi, senyum memang bisa menghasilkan uang, tetapi juga dapat menimbulkan “sengsara”.
9. Tersenyum dan (setengah) dunia tersenyum dengan Anda
Salah satu kebahagiaan dalam kehidupan sosial adalah ketika anda tersenyum pada seseorang dan mereka tersenyum kembali. Meskipun, tidak semua orang tersenyum kembali. Penelitian Hinsz dan Tomhave (1991) melihat berapa proporsi orang akan menanggapi sebuah senyuman. Hasilnya menunjukkan sekitar 50% orang membalas. Sebagai perbandingan, hampir tidak ada yang orang menanggapi sebuah senyuman dengan kerutan dahi.
Sekarang ada mengerti alasan untuk tersenyum. Jadi tersenyumlah sebelum senyum itu dilarang!!

Sang Inspirator

Chaerul Tanjung Sang Inspirator

Posted under: Umum

Anda pernah mendengar nama Chaerul Tanjung? Ya, dia adalah salah satu orang terkaya di dunia. Chaerul Tanjung adalah satu-satunya orang pribumi Indonesia yang bisa menempatkan diri dalam daftar 1000 orang terkaya didunia versi majalah Forbes. Dia adalah sosok yang sangat mencintai negaranya, dengan banyak berbuat (menjadi pengusaha besar) sehingga bisa berkarya untuk bangsa. Khususnya sebagai seorang pengusaha, dia bisa menafkahi ribuan karyawannya dibawah payung Para Group, induk perusahannya. Dari acara Pesta Wirausaha 2010 yang dihelat di Bali Bartini Jakarta 10-11 April 2010 yang lalu, Penulis mendengarkan langsung semua petuah yang disampaikannya. Mulai dari awal berbisnis, jatuh bangun, etos kerja yang dibangun sampai keberhasilan yang sekarang diraihnya. Dalam acara seminar yang dihadiri oleh mayoritas usahawan itu, Chaerul Tanjung tampil dengan sangat baik: tenang, percaya diri, jelas dalam menyampaikan, serta sangat bersemangat sehingga semua peserta khusyuk mendengarkan petuahnya.
Di Indonesia, saat ini, Chaerul Tanjung tercatat sebagai satu-satunya putra asli Indonesia, yang memiliki bank swasta nasional, yaitu Bank Mega. Disaat bank swasta nasional lainnya berpindah tangan ke pemilik asing, Bank Mega lewat kepemilikan Chaerul Tanjung layak mendapatkan apresiasi. Disamping itu, lewat sepak terjangnya sebagai pemilik dua stasiun televisi nasional TransTV dan Trans7, lengkaplah dia sebagai pengusaha Indonesia yang memang menyimpan potensi besar. Ditambah lagi, proses akuisisi Carrefour Indonesia olehnya yang diprediksi pasti insyaAllah akan segera dimilikinya, lengkaplah sudah dia sebagai pengusaha nasional handal berkelas internasional. Nantinya, apabila Carrefour sudah dimilikinya, kepemilikan saham sebesar 40% (terbesar diantara pemegang saham lainnya) akan digenggamnya.
Pria kelahiran Jakarta, dan alumni FKG UI ini memang sangat menginspirasi. Dalam penuturannya di ajang Pesta Wirausaha 2010 itu, dia mengungkapkan datang dari keluarga biasa. Dalam menempuh kuliah kedokteran itu, orang tuanya banting tulang untuk membiayainya. Berangkat dari keluarga yang sama sekali jauh dari dunia bisnis, Chaerul Tanjung mampu mematahkan mitos bahwa untuk menjadi pengusaha harus ada keturunan atau gen pengusaha. Mitos itu ternyata memang salah.
Menurutnya, untuk menjadi seorang pengusaha hanya dibutuhkan kerja keras dan kerja cerdas. Sabar dan jujur. Lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Dia mengaku dalam sehari selalu bekerja 18 jam sehari. Sungguh luar biasa. Tidak banyak orang Indonesia yang mampu bekerja selama itu (bekerja keras sekaligus cerdas) dalam keseharian. Sehingga, tidak heran kalau Chaerul Tanjung merengkuh predikat sebagai salah satu orang terkaya didunia.

Cara Membahagiakan Istri

20 Cara Membahagiakan Istri

Rumahku Surgaku. Itulah harapan sebuah pernikahan. Memang, tidak mudah untuk mewujudkan harapan tersebut, bisa-bisa rumahku menjadi nerakaku. Dibutuhkan kerjasama yang harmonis diantara suami dan istri ketika mengarungi bahtera pernikahan. Selain itu, dibutuhkan pemahaman mengenai cara memelihara pernikahan agar tetap harmonis dan tahan terhadap badai ujian.  Berikut penjelasan praktis dan padat karya Syekh Umar Bakri Muhammad "Nasihat Indah Untuk Suami Istri" yang diterbitkan oleh Cakrawala Publishing.
Rasulullah SAW bersabda :
 “ Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik (perlakuannya) terhadap istri-istrinya dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap istri-istriku.”
Rasullullah SAW juga bersabda :
“ Tidak ada yang memuliakan wanita dengan sejati kecuali laki-laki yang pemurah (dermawan) dan tak seorangpun yang menghina mereka (wanita) kecuali laki-laki yang kasar.”
Tugas-tugas seorang suami kepada istrinya :
1.Hendaklah Anda selalu memperlihatkanlah wajah yang menyenangkan ketika masuk ke rumah, ucapkan salam Islam “assalaamu’alaikum” dengan senyuman yang manis, raih tangannya dan peluklah istri Anda dengan mesra.
2.Ketika berbicara, untaikan kalimat yang manis serta memikat istri Anda. Usahakan istri Anda merasa benar-benar diperhatikan dan menjadikannya wanita paling khusus untuk Anda. Untaian kalimat  yang disampaikan kepadanya hendaknya jelas (ulangi jika perlu) dan panggillah istri Anda dengan sebutan yang dia sukai seperti ; manisku, sayangku, cintaku dan lain sebagainya.
3.Meskipun Anda mempunyai beban kerja yang banyak, luangkanlah waktu untuk beramah tamah dan bercengkerama dengan istri Anda. Hal ini juga  dilakukan oleh Rasulullah SAW dimana beliau juga beramah tamah dan menghabiskan waktu bersama para istri beliau, meskipun pada saat itu beliau juga penuh dengan pekerjaan serta beban tanggung jawab yang sangat besar.
4.Mainkanlah suatu permainan ataupun selingan yang menggembirakan bersama istri Anda. Hal ini dinyatakan dalam suatu hadist bahwa Rasullah SAW bersabda :
“ Semua hal yang  di dalamnya tidak menyebut nama Allah SWT, adalah suatu kesia-siaan, kecuali dalam empat hal : seorang laki-laki yang sedang bermain dengan istrinya, melatih kuda, membidik di antara dua sasaran, serta mengajarkan berenang.”
5.Membantu pekerjaan sehari-hari rumah tangga.  Usahakan Anda membantu dan menolong istri Anda dengan tugas-tugas keseharian rumah tangga Anda, seperti membeli makanan, mempersiapkan makanan,  membersihkan serta mengatur rumah, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini akan membawa kebahagiaan tersendiri pada diri istri Anda dan tentu saja akan semakin memperkuat cinta Anda dan hubungan Anda bersama sang Istri.
6.Usahakan musyawarah selalu menghiasi rumah tangga Anda. Bermusyawarahlah dengan istri Anda, dalam setiap permasalahan. Pendapat yang di sampaikan Ummu Salamah kepada Rasulullah SAW pada saat perjanjian Hudaibiyyah adalah suatu kejadian yang sangat terkenal. Hal ini merupakan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW untuk bermusyawarah dengan para istri dan para sahabat beliau.
7.Ketika Istri Anda sedang berkunjung ke tempat saudaranya, teman-temannya, serta orang-orang saleh, maka temanilah istri Anda.
8.Tata cara melakukan perjalanan dan meninggalkan istri di rumah. Jika Anda tidak bisa membawa serta istri Anda dalam perjalanan, maka ucapkanlah selamat tinggal dengan penuh rasa sayang, bekalilah istri Anda dengan persediaan kebutuhan sehari-hari dan uang secukupnya, mintalah istri Anda untuk mendo’akan Anda, sering-seringlah untuk menghubungi istri Anda. Jangan lupa untuk meminta pertolongan kepada orang yang Anda percayai untuk menjaga keluarga Anda selama Anda bepergian. Persingkat perjalanan Anda jika dirasa sudah tidak penting lagi dan pulanglah dengan membawa oleh-oleh. Hindari untuk pulang pada malam hari atau pada saat-saat yang tidak diharapkan.
9.Dukungan keuangan. Tumbuhkanlah sikap dermawan pada diri Anda (tidak pelit) dalam urusan pengeluaran rumah tangga Anda, tentunya harus sesuai dengan kemampuan keuangan Anda. Dukungan keuangan yang baik  (tidak boros tentunya) akan sangat berguna untuk memelihara kestabilan perkawinan Anda.
10.Buatlah diri Anda agar selalu berbau harum dan perindah penampilan Anda . Allah SWT itu indah dan Dia menyukai keindahan. Maka selalu bersihlah Anda, rapi, dan pakailah parfum. Ibnu Abbas r.a. berkata :
 “ saya menyukai keindahan diri saya sendiri untuk istri saya, seperti halnya saya menyukai keindahan istri saya untuk saya.”
11.Tentang hubungan seksual. Merupakan tugas dari suami untuk mencukupi kebutuhan serta hasrat seksual sang istri. Bisa jadi sekali waktu istri Anda sedang berada dalam masa yang sangat prima berkenaan dengan kesehatan fisik dan psikologisnya.
12.Penuh perhatian. Seorang suami muslim harus sangat perhatian dan penuh perasaan terhadap istrinya. Istri Anda pasti mengalami dan melewati bermacam-macam perubahan baik secara fisik dan psikologis. Pada saat-saat seperti itu, istri Anda sangat memerlukan suatu perlakuan yang mesra dan penuh perhatian, agar istri Anda bisa menghapus kesusahan dan kesedihan yang sedang dialaminya, serta menenangkan perasaannya yang mudah tersentuh.
13.Jagalah kerahasiaan perkawinan Anda. Diriwayatkan dalam sebuah hadist oleh Abu Sa’id Al-Khudry bahwa Rasulullah SAW bersabda :
 “ Sungguh di antara orang yang paling buruk di hadapan Allah SWT pada saat hari kebangkitan adalah laki-laki yang mendatangi istrinya untuk melakukan hubungan badan, dan dia membeberkan rahasia itu (tentang hubungan badan) kepada yang lain.”
14.Bekerja sama dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT, sholat berjama’ah dan selalu tingkatkan aktifitas Anda dalam beribadah kepada Allah SWT, seperti bersedekah, dzikir (mengingat Allah SWT), dan sholat pada malam hari (qiyamul lail). Rasulullah SAW bersabda :
 “ Semoga rahmat Allah SWT dilimpahkan kepada laki-laki yang bangun pada malam hari dan membangunkan istrinya untuk sholat bersamanya, dan jika dia menolak maka percikkan air ke wajahnya”.
15.Selalu menunjukkan rasa hormat kepada keluarga dan teman istri Anda.
16.Usahakan untuk mendidik istri Anda tentang islam dan berilah istri Anda nasehat-nasehat.
17.Cemburu yang sewajarnya.
18.Bersabar dan berlaku lembutlah kepada istri Anda. Kendalikan amarah Anda dan buatlah sang istri untuk menghilangkan keragu-raguannya terhadap Anda, dan nasehatilah dia ketika melakukan suatu kesalahan.
19.Jadilah pema’af  dan tegurlah istri Anda dengan cara yang baik dan sampaikan pada saat yang benar-benar tepat.
20.Jadilah seorang suami muslim yang sejati, dan terapkan semua yang pernah dibaca dan dipahami tentang Islam,  dengan arif dan bijaksana.

Perbaikan sikap

Kesalahan yang Harus Diperbaiki

Merinci pembicaraan kita dalam edisi kali ini, berikut ini kita mencoba menyebutkan beberapa kesalahan yang ada pada suami.
1. Tidak memedulikan pengajaran diniyah (agama) untuk istri
Mendidik istri adalah tanggung jawab suami, sebagai perwujudan firman Allah l:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….” (at-Tahrim: 6)
Termasuk bentuk menjaga keluarga dari api neraka adalah menjaga istri dengan memberikan pengajaran agama kepadanya. Seperti kata Ali ibnu Abi Thalib z, “Didik dan ajarilah mereka.” Ibnu Abbas c berkata, “Amalkanlah ketaatan kepada Allah l, takutlah berbuat maksiat kepada Allah l, dan perintahkanlah keluarga kalian untuk berzikir, niscaya Allah l akan menyelamatkan kalian dari api neraka.” Qatadah mengatakan, “Engkau memerintahkan mereka agar taat kepada Allah l dan melarang mereka bermaksiat. Engkau menegakkan mereka dengan perintah Allah l. Engkau menyuruh dan membantu mereka mengerjakan perintah Allah l. Apabila melihat mereka berbuat maksiat, hendaknya engkau melarang dan memperingatkan mereka.” (Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim, 8/133)
Karena suami yang bersikap ‘masa bodo’ atau pura-pura bodoh ini, dijumpai adanya istri yang tidak mengetahui cara shalat yang benar. Ada yang tidak mengerti hukum haid dan nifas. Bahkan, ada yang tidak mengetahui cara bergaul dengan suaminya yang sesuai dengan syariat. Demikian pula bagaimana cara yang baik dan Islami dalam mendidik anak-anaknya, dan seterusnya. Yang lebih parah, ada istri yang terjatuh dalam kesyirikan tanpa mereka sadari, seperti mendatangi dukun dan tukang sihir, memercayai khurafat, takhayul, jimat-jimat, dan sebagainya.
Untuk urusan masak-memasak, istri sampai mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk belajar masakan Eropa, Jepang, atau lainnya karena suami menuntutnya harus pandai dari sisi ini. Namun, bagaimana cara shalat yang benar, yang didahului oleh wudhu yang sempurna, suaminya tidak peduli. Suami yang seperti ini jelas tidak bertanggung jawab, padahal di hari akhir nanti setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya. Rasulullah n bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ … وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya … Dan suami adalah pemimpin atas keluarganya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat an-Nasa’i disebutkan bahwa Rasulullah n bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعاَهُ، أََحَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَ، حَتَّى يَسْأَلَ الرَّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
“Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang apa yang dipimpinnya, apakah dia menjaganya ataukah menyia-nyiakannya, hingga seorang suami akan ditanyai tentang keluarganya.” (Disahihkan oleh al-Imam al-Albani t dalam ash-Shahihah no. 1636)
Rasulullah n sendiri mementingkan pengajaran ilmu kepada wanita sehingga menyempatkan waktu beliau n yang diberkahi untuk mengajari wanita sebagaimana ditunjukkan dalam hadits berikut.
Abu Sa’id al-Khudri z berkata, “Seorang wanita datang kepada Rasulullah n, lalu berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيْثِكَ، فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِكَ فِيْهِ تُعَلِّمُنَا مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ. فَقَالَ: اجْتَمِعْنَ فِي يَوْمِ كَذَا وَكَذا، فِي مَكَانِ كَذَا. فاَجْتَمَعْنَ فَأَتَاهُنَّ فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ
“Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah pergi membawa haditsmu. Maka dari itu, berikanlah untuk kami satu hari khusus yang kami dapat mendatangimu untuk belajar kepadamu dari ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu.”
Beliau pun bersabda, “Berkumpullah kalian pada hari ini dan itu, di tempat ini (beliau menyebutkan waktu dan tempat tertentu).”
Mereka pun berkumpul pada hari dan tempat yang telah dijanjikan. Rasulullah mendatangi mereka dan mengajarkan kepada mereka dari ilmu yang diajarkan oleh Allah kepada beliau. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Beliau n juga tidak mengecilkan pengajaran ilmu syar’i terhadap para istri. Oleh karena itu, pernah beliau n menikahkan seorang wanita dengan seorang pria dengan mahar berupa ayat Al-Qur’an, sementara Al-Qur’an adalah sumber ilmu.
Dikisahkan dalam hadits Sahl ibnu Sa’id z bahwa ada seorang wanita yang menghibahkan dirinya1 kepada Rasulullah n, namun beliau n tidak menginginkan wanita tersebut. Akhirnya, salah seorang yang hadir di tempat itu meminta agar beliau n menikahkannya dengan wanita tersebut. Rasulullah n lalu bertanya, “Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar?”
“Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya.
“Pergilah kepada keluargamu dan lihatlah. Mungkin engkau mendapatkan sesuatu,” kata Rasulullah n.
Laki-laki itu pun pergi. Tidak berapa lama ia kembali dan mengatakan, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun,” ujarnya.
Rasulullah n bersabda, “Lihatlah lagi dan carilah, walaupun hanya cincin dari besi.”
Laki-laki itu pergi lagi. Tidak berapa lama ia kembali. Ia mengatakan, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan meskipun hanya cincin dari besi. Tetapi, ini ada izar (sarung) saya. Setengahnya untuknya (sebagai mahar).”
Kata Rasulullah n, “Apa yang dapat engkau perbuat dengan izarmu? Jika engkau memakainya, tidak ada sama sekali izar ini pada istrimu. Jika ia memakainya, berarti engkau tidak memakainya sama sekali.”
Laki-laki itu pun duduk hingga berlalu waktu yang lama, lalu ia bangkit. Rasulullah n melihatnya berbalik pergi. Beliau n lalu menyuruh seseorang memanggilnya. Ketika telah berada di hadapan Rasulullah n, beliau bertanya, “Ada yang engkau hafal dari Al-Qur’an?”
“Saya hafal surah ini dan surah itu,” jawabnya.
“Benar-benar engkau menghafalnya di dalam hatimu?” tegas Rasulullah n.
“Iya,” jawabnya.
“Jika demikian, pergilah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surah-surah Al-Qur’an yang engkau hafal,” kata Rasulullah n. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Apabila suami tidak bisa memberikan pengajaran agama secara langsung kepada istrinya karena keterbatasan yang ada, dia bisa menempuh cara lain agar tertunaikan kewajiban yang satu ini. Di antaranya, membawa istrinya ke majelis-majelis ilmu yang mungkin diadakan di masjid, atau di rumah, ataupun di tempat lain. Dia bisa memberikan dorongan kepada istrinya agar mencintai ilmu dan majelis ilmu. Dia menyiapkan buku-buku agama yang bisa dibaca oleh istrinya atau kaset-kaset ceramah, CD ilmiah, dan semisalnya sesuai dengan kemampuan yang ada.
2. Mencari-cari kesalahan dan menyelidik aib/cacat istri
Rasulullah n melarang seorang suami yang sekian lama meninggalkan istrinya (bepergian keluar kota) untuk kembali ke rumah dan keluarganya secara tiba-tiba tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Apatah lagi jika pulangnya malam hari. Jabir bin Abdillah c berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ n أَنْ يَطْرُقَ الرُّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلاً
“Rasulullah n melarang seorang suami yang bepergian meninggalkan keluarganya untuk kembali mendatangi keluarganya pada malam hari.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Mengapa demikian aturannya? Karena, jika suami pulang pada malam hari tanpa memberi kabar sebelumnya, dikhawatirkan ia akan mendapatkan aib keluarganya. Mungkin istrinya dilihatnya berpenampilan yang tidak sedap dipandang mata karena belum mandi dan tidak berpakaian rapi. Bisa jadi, berpakaian ala kadarnya sebagaimana keadaan istri ketika suami tidak berada bersamanya di rumahnya. Mungkin, rumahnya kotor dan berantakan karena belum sempat dibersihkan dan dirapikan, atau keadaan-keadaan lainnya yang tidak disukainya.
Apalagi jika suami melakukannya bertujuan agar bisa menangkap basah istrinya, mengetahui aib, cacat, cela, dan kekurangannya. Padahal Rasulullah n menyatakan siapa yang mencari-cari aurat/keburukan saudaranya sesama muslim, niscaya Allah l akan mencari-cari aibnya. Barang siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah l niscaya Allah l akan membukanya walaupun ia berada di tengah-tengah rumahnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar c, ia berkata, “Rasulullah n naik mimbar lalu berseru dengan suara yang tinggi. Beliau n bersabda:
ياَ مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَّبَعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai sekalian orang-orang yang berislam dengan lisannya namun iman belum menembus ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin. Janganlah menjelekkan dan mencari-cari cela mereka. Barang siapa mencari-cari cela saudaranya sesama muslim, niscaya Allah akan mencari-cari celanya. Barang siapa yang dicari-cari celanya oleh Allah, niscaya Allah akan membeberkannya walaupun ia berada di tengah-tengah tempat tinggalnya.” (HR. at-Tirmidzi, dihasankan dalam al-Misykat no. 5044 dan Shahih Sunan at-Tirmidzi)
3. Menzalimi istri dengan menjatuhkan hukuman yang tidak semestinya
Di antara bentuk hukuman yang tidak semestinya adalah sebagai berikut.
a. Memukul istri padahal belum ditempuh jalan nasihat dan hajr (boikot).
Allah l berfirman:
“Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya, nasihatilah mereka dan tinggalkanlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.” (an-Nisa: 34)
Ayat di atas menunjukkan bahwa jika seorang istri berbuat nusyuz kepada suaminya, seperti tidak mau taat dalam urusan kebaikan yang diperintahkan oleh suami, hendaknya yang pertama kali dilakukan oleh suami adalah menasihati istri. Jangan langsung memukulnya. Jika nasihat tidak mempan, suami naik ke tahap berikutnya, yaitu mendiamkan si istri dan memunggunginya di tempat tidur.
Aturan ini juga dinyatakan oleh Rasulullah n dalam hadits berikut:
أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُْمْ، لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ مِنْهُنََّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلاَّ أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ، فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوْهُنَّ فيِ الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Ketahuilah, berpesan-pesan baiklah kalian kepada para wanita (istri)2, karena mereka hanyalah tawanan di sisi kalian. Tidaklah kalian menguasai dari mereka sedikitpun selain itu3, melainkan jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata4. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat tidurnya, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi)
b. Menampar wajah istri, mencerca, dan menjelekkannya.
Mu’awiyah bin Haidah z berkata, “Aku pernah bertanya:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟ قَالَ: أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوْهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّح وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
“Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap suaminya?” Rasulullah n menjawab, “Engkau memberi makan istrimu jika engkau makan, dan engkau memberi pakaian jika engkau berpakaian. Jangan engkau memukul wajahnya, jangan engkau menjelekkannya5, dan jangan menghajr/memboikotnya selain di dalam rumah6.” (HR. Abu Dawud, disahihkan asy-Syaikh Muqbil t dalam al-Jami’ush Shahih, 3/86)
4. Mengurangi nafkah istri
Nafkah yang diberikan oleh seorang suami kepada istrinya adalah suatu kewajiban yang tersebut dalam Al-Qur’an, sunnah serta ijma’/kesepakatan ulama. Allah l berfirman:
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (al-Baqarah: 233)
Pengertian ma’ruf adalah yang dianggap baik menurut syariat, tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, namun sesuai dengan kebiasaan yang berlangsung dan apa yang biasa diterima oleh wanita semisalnya. Tentunya hal ini sesuai dengan kemampuan suami dalam keluasan dan kesempitannya. (Tafsir Ibni Katsir, 1/371)
Jika seorang istri diuji dengan mendapatkan suami kikir yang menahan haknya dalam nafkah tanpa kebolehan syar’i, ia diperkenankan mengambil harta suaminya sekadar yang mencukupinya dengan ma’ruf, meskipun suami tidak tahu. Hindun x, seorang sahabiyah yang mulia, pernah mengadu kepada Rasulullah n:
ياَ رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيْحٌ وَلَيْسَ يُعْطِيْنِي مَا يَكْفِيْنِي وَوَلَدِيْ إِلاَّ مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لاَ يَعْلَمُ. فَقَالَ: خُذِيْ مَا يَكْفِيْكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ
“Wahai Rasulullah, sungguh Abu Sufyan (suaminya, -red.) adalah seorang yang kikir7. Ia tidak memberiku nafkah yang mencukupiku dan anakku, melainkan jika aku mengambil uangnya tanpa sepengetahuannya8.” Rasulullah n bersabda, “Ambillah apa yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang baik.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas, kata al-Imam an-Nawawi t, memberi faedah wajibnya menafkahi istri. (al-Minhaj, 11/234)
Andai para suami menyadari bahwa nafkah yang diberikannya kepada istri dan anak-anaknya adalah sedekah, karena Rasulullah n bersabda:
إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً يَحْتَسِبُهَا فَهِيَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Apabila seseorang menafkahi keluarganya dengan mengharapkan pahala, itu adalah sedekah baginya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah n bersabda:
أَفْضَلُ دِيْنَارٍ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُِ عَلَى عِيَالِهِ
“Seutama-utama dinar adalah dinar yang diinfakkan (dibelanjakan) oleh seseorang untuk keluarganya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Lebih rincinya, Rasulullah n menyatakan:
دِيْناَرًا أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْناَرًا أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِيْنَارًا تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ، وَدِيْنَارًا أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada seorang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk istri/keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk istri/keluargamu.” (HR. Muslim no. 995)
5. Bersikap keras, kaku, dan tidak lembut kepada istri.
Rasulullah n bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya9.” (HR. at-Tirmidzi, dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani t dalam ash-Shahihah no. 284 dan asy-Syaikh Muqbil t dalam ash-Shahihul Musnad, 2/336—337)
Di antara bentuk sikap lembut seorang suami terhadap istrinya adalah memberikan kegembiraan kepadanya dengan permainan dan hiburan yang diperbolehkan syariat. Nabi n bersabda:
كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللهِ لَهْوٌ أَوْ سَهْوٌ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ أَرْبَعُ خِصَالٍ … –مِنْهَا: مُلَاعَبَةُ الرَّجُلِ أَهْلَهُ
“Segala sesuatu yang tidak termasuk zikrullah adalah sia-sia atau melalaikan, selain empat hal… —di antaranya, permainan/senda gurau suami dengan istrinya.” (HR. an-Nasa’i dalam Isyratun Nisa’, ath-Thabarani dalam al-Kabir, sanadnya sahih sebagaimana dalam ash-Shahihah no. 315)
Untuk menunjukkan kelembutan dan cintanya kepada Aisyah x, Rasulullah n pernah mengajak Aisyah adu cepat dalam berlari. Kata beliau kepada sang istri:
تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ. قُلْتُ: فَسَابَقَنِيْ فَسَبَقْتُهُ
“Marilah, aku akan berlomba (lari) denganmu.” Aisyah berkata, “Lalu beliau berlomba denganku. Aku pun dapat mendahului beliau.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan selainnya. Disahihkan dalam Irwa’ul Ghalil no. 1502)
Memanggil istri dengan nama atau sebutan yang menyenangkan hatinya termasuk bentuk kelemahlembutan terhadapnya. Rasulullah n, sang suami teladan, telah mencontohkannya. Suatu ketika, beliau memanggil Aisyah x dengan sebutannya:
ياَ حُمَيْرَاءُ، أَتُحِبِّيْنَ أَنْ تَنْظُرِيْ إِلَيْهِمْ؟
“Wahai Humaira’10 (wanita yang putih kemerah-merahan), apakah engkau suka melihat mereka?” (HR. an-Nasa’i dalam Isyratun Nisa’, disahihkan dalam Adabuz Zafaf hlm. 272)
Pernah pula Rasulullah n memanggil sang istri dengan menyingkat namanya:
يَا عَائِشُ، هَذَا جِبْرِيْلُ يُقْرِئُكِ السَّلاَمَ
“Wahai Aisy, ini Jibril datang menyampaikan salam untukmu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
(Insya Allah bersambung)
Catatan Kami:
1 Ini adalah kekhususan bagi Nabi n.
2 Maknanya, Nabi n menyatakan, “Aku wasiatkan kalian untuk berbuat kebaikan kepada para istri. Maka dari itu, terimalah wasiatku ini.” Demikian dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi.
3 Maksudnya selain istimta’ (bersenang-senang), menjaga diri untuk suaminya, menjaga harta suami dan anaknya, serta menunaikan kebutuhan suami dan melayaninya. (Bahjatun Nazhirin, 1/361)
4 Seperti berbuat nusyuz (tidak taat kepada suami), buruk pergaulannya dengan suami, dan tidak menjaga kehormatan dirinya. (Tuhfatul Ahwadzi)
5 Maksudnya, mengucapkan ucapan yang buruk kepada istri, mencaci-makinya, atau mengatakan kepadanya, “Semoga Allah menjelekkanmu,” atau ucapan semisalnya. (Aunul Ma’bud, “Kitab an-Nikah, bab Fi Haqqil Mar’ah ‘ala Zaujiha”)
6 Memboikot istri dilakukan ketika istri tidak mempan dinasihati atas kemaksiatan yang dilakukannya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh ayat berikut.
“Dan istri-istri yang kalian khawatirkan nusyuznya maka berilah nasihat kepada mereka, hajr/boikotlah mereka di tempat tidur….” (an-Nisa: 34)
Pemboikotan ini bisa dilakukan di dalam atau di luar rumah, seperti yang ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik z tentang kisah Rasulullah n meng-ila’ istrinya (bersumpah untuk tidak ‘mendatangi’ istri-istrinya) selama sebulan dan selama itu beliau n tinggal di masyrabahnya (kamar yang tinggi; untuk menaikinya perlu tangga). (HR. al-Bukhari)
Penerapan hal ini tentunya melihat keadaan. Jika memang diperlukan boikot di luar rumah maka dilakukan. Namun, jika tidak, cukup di dalam rumah. Bisa jadi, boikot dalam rumah lebih mengena dan lebih menyiksa
perasaan si istri daripada boikot di luar rumah. Bisa juga sebaliknya. Akan tetapi, yang dominan adalah boikot di luar rumah lebih menyiksa jiwa, khususnya jika yang menghadapinya adalah kaum wanita karena lemahnya jiwa mereka. (Fathul Bari, 9/374)
Al-Imam an-Nawawi t berkata berkenaan dengan kisah Rasulullah n meng-ila’ istri-istrinya, “Suami berhak memboikot istrinya dan memisahkan diri dari istrinya ke rumah lain apabila ada sebab yang bersumber dari si istri.” (al-Minhaj, 10/334)
7 Hindun x tidaklah menyatakan bahwa suaminya bersifat pelit dalam seluruh keadaan. Dia hanya sebatas menyebutkan keadaannya bersama suaminya bahwa suaminya sangat menyempitkan nafkah untuknya dan anaknya. Dengan demikian, tidak berarti bahwa Abu Sufyan memiliki sifat pelit secara mutlak. Betapa banyak tokoh pemuka masyarakat yang melakukan hal tersebut kepada istri/keluarganya dan lebih mementingkan (baca: dermawan kepada) orang lain. Demikian disebutkan dalam Fathul Bari (9/630).
8 Dalam riwayat Muslim, Hindun x bertanya, “Apakah aku berdosa jika melakukan hal tersebut?”
9 Nabi n menyatakan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya,” karena para wanita/istri adalah makhluk Allah l yang lemah sehingga sepantasnya menjadi tempat curahan kasih sayang. (Tuhfatul Ahwadzi, 4/273)
10 Humaira adalah bentuk tashghir dari hamra’ yang bermakna wanita yang putih kemerah-merahan.

Suami Teladan

Mencontoh Rasulullah SAW menjadi suami teladan

Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya (Imam At-Tirmidzi)
Kata-kata diatas merupakan sabda Rasulullah SAW yang menunjukkan bagaimana akhlak seorang mukmin kepada istrinya merupakan salah satu parameter cerminan kualitas akhlak seorang mukmin. Sabda beliau diiringi dengan implementasi nyata di lapangan oleh Rasulullah SAW. Siroh telah mencatat bagaimana Rasulullah SAW begitu mulia dan hormat dalam memperlakukan istri-istri beliau.

Sikap lembut Rasulullah SAW dan Umar Bin Khattab
Tidak pernah sekalipun ada kekerasan ataupun pemaksaan kehendak dari Rasulullah SAW dalam kehidupan berumah tangga. Walaupun seorang Rasul dan Pemimpin Besar Umat Islam, beliau tidak sungkan untuk membantu pekerjaan rumah tangga yang biasanya dikerjakan seorang istri. Beliau adalah orang yang sangat lembut tidak pernah sekalipun marah akibat hal-hal yang sepele. Saat beliau bertanya kepada istrinya apakah ada makanan yang dapat dimakan, dan ternyata mendapatkan jawaban “tidak ada” beliau memilih untuk shaum sunnah. Saat muncul konflik diantara istri-istrinya beliau menyelesaikan dengan cara yang bijaksana dan penuh kasih sayang.
Sahabat Rasulullah SAW ; Umar Bin Khattab r.a (Khalifah kedua setelah Abu Bakar r.a) bersikap lemah lembut serta penuh kesabaran kepada istrinya. Sehingga dalam suatu riwayat: saat seorang umat yang akan mengadukan istrinya yang cerewet kepada Khalifah Umar Bin Khattab dan menjumpai Khalifah pun menghadapi masalah yang sama dengan istrinya. Tapi Khalifah Umar Bin Khattab berlaku sabar penuh kelembutan. Umat pun menjadi malu. Padahal siapa yang tidak kenal Umar Bin Khattab yang penuh ketegasan, disegani kawan dan lawan dan bergelar “Al-Faruq”. Kepada sahabat yang mengadu Umar Bin Khattab berpesan : muliakanlah istrimu karena istrimulah yang menjaga dirimu dari syahwat yang tidak halal, istrimulah yang mendidik anak-anak yang dititipkan Allah SWT, istrimulah yang bersusah payah mengelola rumah tangga saat ditinggal oleh suami yang mencari nafkah atau berjihad. Sudah sepantasnya kita, sebagai suami memuliakan dan mendidik dengan cara yang hikmah dan penuh kasih sayang.
Islam sebagai Dien (sistem) yang membawa kebaikan bagi sekalian alam sangat menjunjung tinggi peran istri sebagai tiang negara. Sehingga pantas dimuliakan oleh suaminya.
Lembut, sabar dan memimpin dengan penuh hikmah
Bagi kita sebagai seorang mukmin apalagi yang telah diamanahi mengelola sebuah keluarga, contoh Rasulullah SAW tersebut merupakan sebuah contoh pola pengelolaan keluarga yang sempurna. Terutama sebagai seorang suami, memuliakan istri dan mendidik istri dengan cara yang hikmah adalah suatu bentuk kewajiban dan implementasi akhlakul karimah. Dalam Islam lemah lembut dalam berinteraksi dengan istri tentunya tanpa menghilangkan essensi dari pendidikan dan pembinaan. Seorang suami merupakan pemimpin sebuah keluarga salah satu kewajiban utamanya adalah memimpin dan menjaga keimanan elemen-elemen keluarga termasuk istri. Sehingga lemah lembut dan memuliakan disini tetap dalam koridor pembinaan dan pendidikan keluarga, untuk bersama mencapai ketakwaan yang paripurna kepada Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan- Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS.At-Tahrim: 6)
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”(QS.Thaha: 132)
Lantas bagaimanakah kita ? Apakah kita sudah mencontoh untuk selalu berbuat baik kepada istri, memuliakan dan mendidik dengan penuh hikmah dan kelembutan. Mencintainya tak lekang oleh usia …”till death do us a part”.
Mari kita melakukan yang terbaik dalam mengemban amanah keluarga.
Wallahua’alam Bishawab.

Lebah

Muslim Itu Seperti Lebah

Muslim telah menginduksi berbagai respon dikalangan kaum muslimin dan muslimat di seluruh penjuru dunia mulai yang ekstrim sampai yang paling menggampangkan. Diantaranya ada yang melakukan aksi demonstrasi sampai pada pembakaran dan terbunuhnya duta Besar AS untuk Libya. Juga diantaranya ada yang mengatakan kita tidak seharusnya marah akan hal ini. Ini hanyalah masalah sepele dan Nabi sendiri pun tak marah ketika dirinya dihujat.
Awalnya saya tak mau menulis tentang ini. Tetapi apa yang ada dikepala saya sangat mengganggu dan butuh untuk ditumpahkan dalam sebuah tulisan. Walaupun saya takut sekali akibat dari tulisan saya ini karena dengan minimnya pengetahuan agama saya, serasa tak pantas saya berpedapat. Tetapi, saya sedih melihat adanya saling cela yang terjadi diantara kaum muslimin mengenai sikap yang harusnya diambil terkait hal ini. Jadi izinkanlah saya menuliskan pendapat saya yang pastinya belum tentu kebenarannya. Sehingga siapapun yang membaca kumohon klarifikasi segala hal yang ada ditulisan saya ini dan jika bisa tolong koreksi saya.
Sikap yang pertama adalah beberapa orang mengatakan dalam menghadapi isu ini kita seharusnya bersabar saja dan tidak usah marah karena Nabipun tidak pernah marah ketika dia dihina, disakiti dan direndahkan. Mereka menggunakan hujjah kisah Nabiullah Muhammad SAW. Diantaranya dua kisah yang saya temukan dijadikan dasar adalah, pertama :
Kisah mengenai pengemis Yahudi buta yang sering mencaci maki Rasulullah di sudut pasar Madinah. Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad SAW, orang yang selalu ia caci. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai Beliau wafat.
Terlihat disini bahwa Rasulullah SAW tidak marah bahkan memberi belas kasihan dan merawat pengemis Yahudi yang terus mencacinya.
Kedua, kisah Rasulullah SAW ketika berada di Thaif.
Saat itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW, sehingga kakinya terluka. Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah membelanya dan melindunginya, tapi kepalanya juga terluka akibat terkena lemparan batu. Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah.
Diriwayatkan oleh Ulama Hadist terkenal, Imam Bukhori dan Muslim dari Asiyah RA (istri kedua Rasulullah SAW).

Saat itu, tiba-tiba muncul Malaikat Jibril memanggil seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,“ Rasulullah SAW berkata :
“Kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, “ Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.” Jawab Rasulullah SAW, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.“
Terlihat juga disini bahwa seandainya Nabi Muhammad SAW marah maka niscaya penduduk Thaif saat itu telah tertimpa sebuah gunung.
Kedua kisah ini dijadikan dasar bagi beberapa saudara kita yang mengatakan bahwa Nabi saja disiksa, direndahkan dan dihina tidak marah, tidak membalas perbuatan mereka dan malah sebaliknya Nabi mendoakannya. Lalu mereka berkata, bukankah sebaik-baik suri teladan adalan Nabi Muhammad SAW.
“Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian.” (QS Al-Ahzab [33]: 2l)
Menurut pendapat saya pribadi, kedua kisah ini tidak bisa dijadikan dasar untuk kita mengatakan bahwa Nabi tidak usah dibela, kita tidak usahlah marah, santai saja, kita shalawat dan mendoakan mereka yang menghina Nabi, toh Nabi sendiri tidak marah, dan lain sebagainya. Mengapa ?
Pertama, jawaban saya, kisah diatas merupakan landasan atau dasar yang mengajarkan kita kesabaran bukan ketika Nabi dihina, tetapi ketika KITA yang dihina. Bukan ketika Nabi dilecehkan dan direndahkan tetapi ketika KITA yang dilecehkan dan direndahkan. Ketika kita berada pada kesulitan yang dialami seperti Nabi pada kisah diatas maka hendaknya kita mengucapkan kalimat-kalimat kita harus bersabar atas segala cobaan, tidak boleh marah dan mendoakan orang yang menghina kita. Pertanyaanya sanggupkah kita seperti Nabi?. Jangan-jangan kita sanggupnya hanya ketika Nabi kita yang dihina, karena ternyata cinta kita hanya sebatas dimulut saja. Tetapi ketika yang direndahkan, dihina dan dijelek-jelekkan kehormatan dan harga dirinya adalah KITA, istri/suami KITA, anak KITA, ibu/ayah KITA, kita malah menjadi kalap dan lupa mengenai pelajaran sabar diatas. Jika memang kita sanggup bersabar atas hinaan itu semua, maka saya sepertinya membutuhkan guru seperti anda. Jika tidak, maka cinta Nabi yang sesungguhnya akan melahirkan kemarahan yang lebih besar dibandingkan kemarahan karena menyangkut diri KITA.
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.” (QS. Al Ahzab: 6)
“Katakanlah:”Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [QS. At Taubah: 24]
‘Abdullah bin Hisyam berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu. Lalu Umar berkata, ”Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata,
”Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, imanmu belum sempurna. Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata, ”Sekarang, demi Allah. Engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, ”Saat ini pula wahai Umar, imanmu telah sempurna.”
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai aku lebih ia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan segenap manusia.” (muttafaq ‘alaih)
Kedua, alasan saya, ketika dihina Nabi pastinya tidak akan marah, mengapa ? Kan beliau Nabi, yang memiliki akhlak dan sifat mulia. Jika beliau Nabiullah Muhammad SAW marah ketika dihina dan direndahkan maka apa bedanya dengan manusia biasa. Maka pastilah anda takkan mendapatkan satu kisah pun Nabi akan marah karena direndahkan. Sekali lagi beliau menyontohkan akhlak yang sempurna untuk kita agar ketika kita dihina dan direndahkan seharusnya kita bersabar dan mendoakan si penghina.
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam : (Ya Rasulullah) nasihatilah saya. Beliau bersabda : Jangan kamu marah. Beliau menanyakan hal itu berkali-kali. Maka beliau bersabda : Jangan engkau marah. (Riwayat Bukhori )
Menurut saya kisah yang lebih tepat terhadap penghinaan terhadap Nabi kita bisa dapatkan pada kisah Muadz dan Muawwidz, remaja yang membuat Abu Jahal, sang penghina Nabi, sekarat dalam perang Badar. Kisahnya sebagai berikut :
Kedua pemuda yang masih belia ini mempunyai kisah hidup yang tidak pernah terpikir atau terbesit di dalam benak siapapun. Pertama adalah Muadz bin Amr bin Jamuh, usianya baru 14 tahun. Sementara yang kedua adalah Muawwidz bin Afra’, usianya baru 13 tahun. Akan tetapi, dengan penuh antusias keduanya bergegas ikut serta bergabung bersama pasukan kaum muslimin yang akan berangkat menuju lembah Badar.
Mengapa mereka ikut dalam perang Badar ? apa yang mendorong mereka mempertaruhkan nyawa dalam usia belia ?
Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu mengisahkan dengan penuh takjub:
“Tiba-tiba salah seorang dari kedua pemuda ini berbisik kepada saya, ‘Wahai Paman, manakah yang bernama Abu Jahal?” Pemuda yang mengatakan hal ini adalah Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu Ia berasal dari kalangan Anshar dan dirinya belum pernah melihat Abu Jahal sebelumnya. Pertanyaan mengenai komandan pasukan kaum musyrikin, sang lalim penuh durjana di Kota Mekkah dan “Fir’aun umat ini”, menarik perhatian Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu. Lantas ia pun bertanya kepada anak muda belia tadi, “Wahai anak saudaraku, apa yang hendak kamu lakukan terhadapnya?”
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendapat berita bahwa ia adalah orang yang pernah mencaci maki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah yang jiwa saya dalam genggaman-Nya! Jika saya melihatnya, pupil mata saya tidak akan berkedip memandang matanya hingga salah seorang di antara kami terlebih dahulu tewas (gugur).”
Ya Allah, betapa kokoh dan kuatnya sikap anak muda belia ini! Seorang anak muda belia yang tinggal di Madinah Al-Munawwarah. Ketika ia mendengar bahwa ada orang yang mencaci maki baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di kota Mekkah yang jaraknya hampir 500 km dari tempat tinggalnya, bara api kemarahan berkobar di dalam hatinya dan semangat ingin membela baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membara di dalam jiwanya.
Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Seorang pemuda belia yang lain (Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu) menghentak saya dan mengatakan hal yang serupa.” Lalu Abdrurahman melanjutkan kisahnya, “Tiba-tiba saja saya melihat Abu Jahal berjalan di tengah-tengah kerumunan orang ramai.Saya berkata, “Tidakkah kalian melihat orang itu ia adalah orang yang baru saja kalian tanyakan kepadaku!”
Sekarang, mari kita simak bersama penuturan Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu ketika ia menggambarkan situasi yang sangat menakjubkan tersebut, seperti yang terdapat dalam riwayat Ibnu Ishaq dan di dalam kitab Ath-Thabaqat karya Ibnu Sa’ad.
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Saya mendengar kaum musyrikin mengatakan, ‘tidak seorang pun dari pasukan kaum muslimin yang dapat menyentuh Al-Hakam (Abu Jahal)’.” Saat itu , Abu Jahal berada di tengah-tengah kawalan ketat laksana pohon yang rindang.
Di samping itu, kaum musyrikin juga saling menyerukan, “Waspadalah, jangan sampai pemimpin dan komandan kita (Abu Jahal) terbunuh!”Mereka mengatakan, “Tidak seorang pun musuh yang dapat menyentuh Abul-Hakam (Abu Jahal)!”
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Ketika saya mendengarkan perkataan itu, saya pun semakin membulatkan tekad. Saya memfokuskan diri untuk mendekatinya. Ketika tiba waktunya, saya langsung menghampirinya dan memukulkan pedang kepadanya hingga setengah kakinya (betis) terputus.”
Subhanallah! Hanya satu sabetan pedang dari tangan anak muda belia ini, betis seorang lelaki (Abu Jahal) putus dalam sekejap.
Tanyakanlah kepada para dokter atau tim medis yang pernah melakukan operasi pemotongan, betapa sulitnya melakukan hal tersebut! Coba pula tanyakan kepada para pahlawan dan ahli perang yang bergelut di medan pertempuran yang dahsyat, betapa sangat sulitnya hal itu dilakukan!
Ia benar-benar telah merealisasikan mimpinya selama ini. Hati sanubarinya terasa damai, dan ia telah berhasil membalas dendam kesumatnya demi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, apakah semua itu dilakukan begitu saja tanpa pengorbanan?!
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Pada perang itu (Badar), anaknya (Abu Jahal), Ikrimah -pada waktu itu ia masih musyrik – menebas lengan saya dengan pedangnya hingga hampir terputus dan hanya bergantung pada kulitnya saja.”
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya,
“Pada hari itu, saya benar-benar berperang seharian penuh. Tangan saya yang hampir putus itu hanya bergelantungan di belakang. Dan ketika ia menyulitkan saya, saya pun menginjaknya dengan kaki, lalu saya menariknya hingga tangan saya terputus.”
Ia justru memisahkan tangan dari jasadnya agar bisa mengobarkan jihad dengan bebas dan leluasa! Subhanallah! Lantas, di mana teman pesaingnya untuk membunuh si durjana dan si lalim kelas kakap itu? Di mana Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu?
Lalu Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu melintas di hadapan Abu Jahal yang sedang terluka parah, kemudian ia pun menebasnya dengan pedang. Kemudian membiarkannya dalam keadaan tersengal-sengal dengan nafas terakhirnya.
Mari kita simak bersama penuturan Muadz bin Amr bin Jamuh ra. tentang teman pesaingnya ini :
“Lalu Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu melintas di hadapan Abu Jahal yang sedang terluka parah, kemudian ia pun menebasnya dengan pedang. Kemudian membiarkannya dalam keadaan tersengal-sengal dengan nafas terakhirnya.”
Ia berhasil memukul Abu Jahal hingga membuatnya terjungkal ke tanah seperti orang yang tak berdaya, tetapi ia masih mempunyai sisa-sisa nafas terakhir. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu datang untuk menghabisi nyawa Abu Jahal.
Lantas keduanya datang menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Masing-masing mengatakan, “Saya telah membunuh Abu Jahal, wahai Rasulullah!”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka berdua sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim, “Apakah kalian telah menghapus (bercak darah yang menempel pada) pedang kalian?“ mereka berdua menjawab, “Belum.” Maka beliau melihat kedua pedang pahlawan cilik tersebut.Lantas beliau bersabda, “Kalian berdua telah membunuhnya.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menyimpulkan bahwa kedua pahlawan- belia itu memperoleh nilai yang sama dan seri.
Kita telah menyaksikan bahwa Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu harus rela kehilangan tangannya sebagai harga mati dari perjuangan, kejujuran, dan kebulatan tekadnya. Lantas apa yang telah dipersembahkan oleh Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu? Muawwidz Radhiyallahu ‘anhu telah mempersembahkan seluruh jiwanya. Sehingga ia memperoleh mati syahid di jalan Allah!
Kisah ini menurut saya lebih cocok dijadikan sebagai hujjah bagaimana seharusnya sikap kita terhadap penghina Nabi. Apakah teman-teman melihat dalam kisah diatas, Nabi Muhammad marah karena kedua remaja itu membunuh Abu Jahal yang menghinanya. Tidak sama sekali. Seandainya Rasullullah memang tak menginginkan kita untuk marah terhadap para pencelanya, pastilah Nabi Muhammad telah menghardik kedua remaja tersebut.
Lalu bagaimana seharusnya sikap kita terhadap penghinaan yang ditujukan kepada Nabiullah Muhammad SAW ?
Kita juga tidak seharusnya serta merta melakukan berbagai pengrusakan, pembakaran bahkan pembunuhan karena ini. Karena mata dunia tengah tersorot ke segala aktivitas Islam.
Ditengah kondisi dunia saat ini, dimana media-media dunia dikuasai oleh orang-orang yang tidak senang dengan Islam tentulah kita harus berhati-hati dengan segala bentuk provokasi, karena tiap pergerakan yang kita lakukan bisa dipelintir sedemikian rupa sehingga memperburuk citra Islam.
Belum lagi seperti yang ada di Indonesia, kita malah diperhadap-hadapkan dengan sesama Muslim, saling lempar, saling menciderai.
Musuh-musuh Islam saat ini hendak menghancurkan Islam dengan cara membuat kita saling menghancurkan satu sama lain, karena mereka tahu jika umat Islam bersatu maka tak mampu mereka menghadapinya. Ini telah dibuktikan oleh sejarah.
Inilah yang harusnya dijadikan hujjah untuk menahan diri untuk tidak emosi dan bertindak kebablasan.
Apakah yang berdemonstrasi salah ?
Saya memilih untuk tidak mengatakan salah. Karena ada beberapa ulama yang memerintahkan dan membolehkan tindakan-tindakan ini. Bagi saya melihat semangat keislaman dari berbagai demonstrasi di berbagai penjuru dunia membuat saya terharu. Betapa kita sebenarnya memiliki kekuatan dan semangat keislaman yang begitu besar. Tinggal menunggu waktu kekuatan ini untuk bersatu. Karena janji kemenangan itu pasti adanya.
Apakah yang memilih tidak berdemonstrasi salah ?
Saya juga memilih untuk tidak mengatakan salah. Karena ada beberapa ulama yang memerintahkan dan membolehkan tindakan ini. Dengan alasan seperti diatas.
Lalu yang mana yang salah ?
Yang salah itu adalah jika kita tidak memiliki rasa amarah karena tindakan pelecehan terhadap Nabi kita. Dan hanya berkata santai saja mari shalawat. Bershalawat tidak diperintahkan hanya ketika Nabi dihina, tetapi setiap mendengar nama Nabiullah Muhammad SAW kita selayaknya bershalawat. Janganlah kita sampai sama dengan para pemikir liberal yang mengaku Islam itu. Ketika ahmadiyah dan syiah dilarang mereka protes dimana-mana. Ketika Irshad Mandji dilarang berdiskusi mereka berkoar-koar kemana-mana mengenai cideranya freedom of speech. Tetapi ketika Nabi dihina, mereka mengatakan sabar, tak usah marah, toh Nabi juga tidak marah.
Yang salah juga adalah ketika kita sibuk saling menyalahkan, mengejek (pandir,wahabi, dll) dan berdebat tidak produktif. Menuduh orang yang berdemosntrasi tidak benar dan begitupun sebaliknya. Tidak usahlah kita saling menyalahkan karena masing-masing kita memiliki hujjah atas pilihan. Saya yakin diri kita tidaklah lebih baik dari ulama-ulama yang telah memberikan fatwa. Tinggal kita memilih mana yang lebih dekat dengan hati kita. Masalah seperti ini adalah iktilafiyah yang harusnya dipahami dengan baik sebagai bentuk saling menghargai atas pilihan-pilhan yang diambil.
Mari bersama-sama menunjukkan ketidaksenangan kita atas penghinaan terhadap Rasulullah SAW sesuai dengan cara yang kita pahami benar dan kita sanggupi. Minimal melalu media sosial yang kita punyai. Setidaknya protes kita ini mampu menunjukkan kepada mereka ketidaksukaan kita dan konsekuensi yang akan mereka hadapi jika terus mengulanginya. Baru-baru ini media di Perancis kembali menerbitkan karikatur Nabi, tetapi lihatlah akibat tindakan itu mereka menutup semua kantor duta besar mereka, karena mereka telah tahu konsekuensi dari perlakuan mereka.
Syaikh Husain Yee mengatakan Muslim itu seperti Lebah .Menebar manfaat tanpa merusak. Tetapi jangan coba-coba diganggu (agamanya), karena dia akan menyengat walaupun itu mengorbankan nyawanya.
Marilah saling mendoakan agar dikuatkan senantiasa mampu mencintai Rasulullah dengan menegakkan sunnah-sunnahnya. Marilah menggunakan momentum ini dengan semakin giat mempelajari kisah Rasulullah Muhammad SAW, makin sering membaca hadits-haditsnya dan semaksimal mungkin mengamalkannya. Marilah kita sebagai umat islam untuk senantiasa bersatu, tidak berpecah belah dan saling menyalahkan.
Segala sesuatu yang benar berasal dari Allah SWT dan kesalahan itu berasal dari diri kami sendiri dan setan laknatullah ‘alaih.

Wali Songo

ARTI / PENGERTIAN WALISONGO

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra’il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
 
1. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat
3. Sunan Drajat atau Raden Qasim
4. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
5. Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq
6. Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
7. Sunan Muria atau Raden Umar Said
8. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
9. Sunan Kalijaga atau Raden Said
 Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
SEJARAH WALISONGO / WALISANGA MENURUT PERIODE WAKTU

Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan,[1] majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya:
  • Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Maulana Malik Isra’il (wafat 1435), Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir.
  • Angkatan ke-2 (1435 – 1463 M), terdiri dari Sunan Ampel yang tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq (wafat 1463), Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il, Sunan Gunung Jati yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin (wafat 1462), Maulana ‘Aliyuddin (wafat 1462), dan Syekh Subakir (wafat 1463).
  • Angkatan ke-3 (1463 – 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan Sunan Kalijaga yang tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir.
  • Angkatan ke-4 (1466 – 1513 M, terdiri dari Sunan Ampel (wafat 1481), Sunan Giri (wafat 1505), Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra, Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan Sunan Kalijaga (wafat 1513).
  • Angkatan ke-5 (1513 – 1533 M), terdiri dari Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517), Raden Faqih Sunan Ampel II yang ahun 1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri, Raden Fattah (wafat 1518), Fathullah Khan (Falatehan), Sunan Kudus (wafat 1550), Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang (wafat 1525), Sunan Derajat (wafat 1533), dan Sunan Muria yang tahun 1513 menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga.
  • Angkatan ke-6 (1533 – 1546 M), terdiri dari Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar, Raden Zainal Abidin Sunan Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II, Sultan Trenggana yang tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah, Fathullah Khan (wafat 1573), Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati (wafat 1569), Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang, Sunan Pakuan yang tahun 1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan Sunan Muria (wafat 1551).
  • Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599), Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak, Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana, Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah Khan, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati, Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan, Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria.
  • Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599), Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto, Maulana Yusuf, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin, Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung, Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos).
SYEKH JUMADIL QUBRO (TOKOH PENDAHULU WALISONGO)

Syekh Jumadil Qubro adalah Maulana Ahmad Jumadil Kubra bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Syekh Jumadil Qubro adalah putra Husain Jamaluddin dari isterinya yang bernama Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II/ Putri Kelantan Tua). Tokoh ini sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.
Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.
TEORI KETURUNAN HADRAMAUT

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):
# L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel Indien (1886)[5] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
# Van Den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya.”
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
# Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
# Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi’i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi’i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
# Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
TEORI KETURUNAN CINA

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia. Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.
Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan.
SUMBER TERTULIS TENTANG WALISONGO

1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, ‘Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.