5 Bekal Perjuangan Dakwah
Sudah
menjadi sunnatullah dalam dakwah, bahwa jalan dakwah tidaklah bertabur
kenikmatan, kesenangan dan kemewahan. Dakwah diusung menghadapi
penentangan, konspirasi, persekongkolan, isolasi, pengkroyokan, bahkan
ancaman pembunuhan. Oleh karenanya dakwah hanya bisa diemban oleh
mereka yang mewakafkan diri dan hidupnya untuk Allah swt semata. Dakwah
tidak mungkin akan dipikul oleh mereka yang mengharapkan kemewahan
dunia, bersantai dengan kesenangan materi.
Rasulullah saw didalam memulai perjuangan menyeru kerabat dan kaumnya, mendapatkan taujihat Robbaniyyah
–arahan Allah swt- agar menguatkan keimanan, kepribadian dan kesabaran:
yaitu arahan untuk senantiasa mengagungkan Allah, membersihkan jiwa,
mejauhkan diri dari maksiat, mengikhlaskan kerja, dan sabar dalam
perjuangan.
”Hai orang yang berkemul
(berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan Tuhanmu
agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa
tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah.” (QS. Al Muddatstsir: 1-7).
Bekal pertama, Agungkan Allah.
Allah swt menanamkan dalam persepsi dan
keyakinan Muhammad agar hanya mengagungkan Allah swt semata, selain-nya
kecil tiada berarti. Baik dalam konteks tawaran kenikmatan duniawi,
pun dalam konteks siksaan, penolakan dan pembunuhan di dunia yang
dilakukan musuh-musuh dakwah, maka jika dibandingkan dengan pemberian,
keridloan dan surga Allah swt sungguh tiada ada artinya.
Pengagungan Allah swt dalam qalbu,
lisan, fikiran dan perilaku. Dalam setiap kesempatan dan kondisi
Rasulullah saw selalu berdzikir dan mengagungkan Allah swt, sehingga
inilah rahasia do’a Nabi saw ketika kelur dari buang hajat: “Ghufranaka: Aku mohon ampunan-Mu Ya Allah.”.
Hasil penelitian para ahli hadits menyimpulkan bahwa Rasulullah saw
tidak pernah meninggalkan dzikir dan pengagungan Allah swt, namun karena
tidak diperkenankannya berdzikir di saat buang hajat, maka ungkapan
pertama saat keluar dari buang hajat adalah, mohon ampun karena beliau
tidak melakukan dzikir pada saat buang hajat.
Dengan sikap inilah, ma’iyatullah
–kebersamaan Allah- dalam bentuk pertolongan-Nya selalu datang pada
saat dibutuhkan. Inilah rahasia dikumandangkannya kalimat takbir “Allahu Akbar wa lilLahil Hamd, Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”.
Bekal kedua, Bersihkan Hati.
Dalam upaya mengagungkan Allah swt dalam
setiap kesempatan, maka dibutuhkan hati yang bersih dan jiwa yang
suci. Hati adalah panglima dalam tubuh seorang manusia. Jika panglima
itu baik, sudah barang tentu tentaranya akan menjadi baik, sebaliknya
jika panglima buruk, maka buruklah semua tentaranya.
Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa perintah mensucikan pakaian disini kinayah
atau kiasan, bukan makna dzahir. Artinya perintah pembersihan hati dan
pensucian jiwa. Penampilan fisik tidak akan berarti, apabila apa yang
dibalik fisik itu busuk.
Hati senantiasa dijaga kefitrahannya dan
dibersihkan dari beragam penyakit hati, seperti sombong, iri, riya,
adu domba, meremehkan orang, dan yang paling berbahaya adalah syirik,
menyekutukan Allah swt dengan makhluk-Nya.
“…..dan (ingatlah) peperangan
Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah,
maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu
sedikitpun….” (QS. At Taubah : 25-26).
Bekal ketiga, Jahui Maksiat.
Agar keagungan Allah swt menghiasi diri,
maka diri harus menjauhkan dari dosa dan maksiat. Begitu pun
sebaliknya, meninggalkan maksiat akan mewariskan ma’iyyatullah.
Allah swt hanya akan turut campur kepada
orang beriman dengan menurunkan pertolongan-Nya, jika orang beriman
itu dekat dan taat kepada-Nya. Sebaliknya jika mereka berbuat maksiat
dan dosa, maka apa bedanya mereka dengan orang lain? Bedanya orang lain
lebih canggih perlengkapannya dan lebih besar jumlahnya. Sehingga
secara hitungan rasio manusiawi orang lain mampu mengalahkan orang
beriman.
Ada kisah menarik, dalam sebuah
peperangan melawan kaum kuffar, kaum muslimin beberapa kali mengalami
kekalahan. Sang panglima segera mengevaluasi pasukannya, mengapa
kekalahan demi kekalahan bisa terjadi? Tak ada yang kurang. Semua
perlengkapan lengkap, pun ibadah-ibadah dilakukan dengan baik. Namun
saat pagi menjelang, sang panglima mengamati pasukannya dan baru
menyadari bahwa ternyata pasukannya melupakan satu sunah Rasul, yaitu
bersiwak! Panglima segera memerintahkan menggosok gigi dengan siwak
(sejenis kayu) kepada seluruh pasukannya. Pasukan pengintai dari pihak
musuh menjadi takut karena melihat para tentara muslim tengah
menggosok-gosok giginya dengan kayu, dan mengira pasukan kaum muslimin
tengah menajamkan gigi-giginya untuk menyerang musuh. Pihak musuh
menjadi gentar dan segera menarik mundur pasukannya.
Sepele, lupa bersiwak, namun besar dampaknya. Inilah rahasia pertolongan Allah swt.
Bekal keempat, Ikhlaskan dalam Berjuang.
Hidup seorang mukmin adalah untuk
prestasi amal dan kontribusi manfaat untuk umat manusia. Kesemuanya itu
dilakukan semata-mata dilandasi mencari keredloan Allah swt semata.
Balasan Allah swt jauh lebih baik dan lebih mulya, dibandingkan dengan
kemewahan dunia berikut kemegahannya. Seorang mukmin akan selalu
mengejar mimpinya, yaitu keridloan Allah swt, di dunia dan di akhirat
kelak.
Menarik disini seruan Allah swt dalam bentuk ”larangan”, sedangkan yang lainya menggunakan bentuk ”perintah”. ”Jangan kamu memberi untuk mengharapkan mendapat imbalan yang lebih”.
Artinya, peringatan keras dari Allah swt agar manusia senantiasa
mengikhlaskan amal perbuatan dan perjuangan. Tidak merasa paling berjasa
dan juga tidak meremehkan andil orang lain.
Bekal kelima, Sabar Di Jalan Allah.
Sabar dalam kesunyian pengikut, sabar dalam penolakan ajakan, sabar dalam kekalahan, dan sabar dalam kemenangan dan kemewahan.
Ketika Rasulullah saw mengetahui kondisi
keluarga sahabatnya, Yasir yang mendapat siksaan berat dan pembunuhan
keji, Rasulullah saw langsung memberi kabar gembira kepada mereka :“Sabar wahai keluarga Yasir, Sungguh surga buat kalian kelak!.”
Sabar dalam berdakwah mencakup segala
hal yang positif, seperti banyak ide, solusi, perencanaan, kerja keras,
kerja sama, pendelegasian, pemanfaatan sarana dan adanya evaluasi.
Sabar bukan dikonotasikan negatif seperti pasrah, nerimo, malas,
menunggu dan tidak berusaha.
Dengan bekalan itu terbukti dalam
sejarah, Rasulullah saw mampu melewati dua masa sulit sekaligus: Masa
sulit mendapatkan tawaran kemewahan, jabatan, pengikut, bahkan wanita.
Dan masa sulit tatkala beliau harus berdarah-darah menerima pengkroyokan
dan penganiayaan dari kaumnya.
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. Inilah bekalan bagi penyeru kebajikan dan penerus perubahan dari masa ke masa. Wallahu A’lam bish Showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar